RADARNESIA.COM – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menegaskan bahwa penetapan status tanah terlantar tidak bisa dilakukan secara sembarangan atau langsung diambil alih oleh negara.

Menurut Nusron, ada prosedur panjang dan ketat yang harus dilalui sebelum sebuah lahan bisa dinyatakan sebagai tanah terlantar.

Ia menjelaskan bahwa proses penetapan tersebut membutuhkan waktu hingga lebih dari satu setengah tahun atau sekitar 587 hari.

“Menetapkan tanah terlantar itu membutuhkan waktu 587 hari, tidak bisa serta merta,” ujar Nusron Wahid kepada wartawan pada Kamis, 7 Agustus 2025.

Pernyataan itu disampaikannya untuk meluruskan anggapan keliru di masyarakat bahwa tanah yang tidak digunakan atau dibiarkan kosong bisa langsung diambil alih oleh negara.

Dalam kesempatan yang sama, Nusron juga menjelaskan bahwa secara prinsip, kepemilikan tanah tetap berada di tangan negara.

Masyarakat atau individu tidak sepenuhnya memiliki tanah, melainkan hanya menguasai berdasarkan hak yang diberikan oleh negara.

“Tanah itu tidak ada yang memiliki, yang memiliki tanah itu adalah negara. Orang itu hanya menguasai,” imbuhnya.

“Negara kemudian memberikan hak kepemilikan,” lanjutnya.

Ia menegaskan bahwa status kepemilikan seseorang atas sebidang tanah hanya sah apabila disertai dengan dokumen resmi berupa Sertifikat Hak Milik (SHM).

“Jadi tidak ada istilah tanah kalau belum ada Sertifikat Hak Milik (SHM), itu seseorang memiliki tanah itu tidak ada,” pungkas Nusron.

Pernyataan ini memperjelas posisi negara dalam urusan pertanahan dan diharapkan bisa memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat terkait status kepemilikan lahan di Indonesia.