Radarnesia.com – Dalam era digitalisasi saperti saat ini, keberadaan media sosial maupun media mainstream di ruang digital seharusnya bisa saling melengkapi sehingga membentuk ekosistem informasi yang kredibel.
Direktur Jenderal Komunikasi Publik dan Media Kementerian Komunikasi dan Digital (Dirjen KPM Kemkomdigi) Fifi Aleyda Yahya mengatakan media sosial dan media mainstream tidak perlu bersaing, apalagi saling menyingkirkan.
“Keduanya bisa saling isi. Media sosial memberi kecepatan dan kedekatan, media mainstream memberi kedalaman dan kredibilitas. Kalau dua kekuatan ini digabung, kita bisa punya ekosistem informasi yang disukai sekaligus dipercaya,” kata Fifi dalam sambutannya saat membuka diskusi Media Connect: Dari Clickbait Jadi Kredibel di Menara Bosowa, Makassar.
Dalam kesempatan itu, Fifi mengungkap sedikit cerita pribadinya. Ia mengakui bahwa dirinya memiliki darah Makassar yang didapatkan dari garis keturunan ibunya.
“Saya ini berdarah Makassar dari garis ibu. Ibu saya berasal dari daerah yang warganya itu, kalau kata orang, nggak bisa hidup tanpa ngobrol. Di Makassar, di setiap sudut ada warung kopi, dan di situ orang bisa duduk berjam-jam cuma buat bertukar cerita,” tutur Fifi.
Dari lingkungan seperti itulah, Fifi memiliki semangat untuk bercerita dan menjadikannya sebagai seorang jurnalis.
Diakuinya, ada keunikan tersendiri saat dirinya mengawali karir sebagai jurnalis.
“Saya mulai sebagai reporter program bahasa Inggris. Bahasa Inggris saya dapat dari ayah, seorang diplomat. Tapi semangat bercerita, semangat ingin tahu, semangat menyuarakan sesuatu, itu jelas saya warisi dari ibu saya yang orang Makassar,” ujar Fifi.
Ia menuturkan, karena orang Makassar itu pencerita sejati, dulu mereka bercerita dari mulut ke mulut. Sekarang, zamannya sudah beda cukup lewat posting-an. Ketika seseorang memposting sesuatu di media sosial, tentunya yang mengetahui bukan lagi cuma teman semeja saat ngopi, tapi seluruh dunia bisa ikut dengar.
Masalahnya, lanjut Fifi, di tengah derasnya arus cerita itu, muncul tantangan baru: Siapa yang bisa dipercaya?
Fifi menambahkan, adagium lama menyebutkan bahwa bad news is a good news. Berita buruk itu menyebar lebih cepat, bikin heboh, banyak klik, banyak views, dan ujung-ujungnya cuan. Tapi kadang kita lupa, harga dari sensasi itu mahal.
“Hoaks, fitnah, misinformasi itu merusak, bukan cuma citra seseorang, tapi juga kepercayaan publik. Padahal sebenarnya, media sosial dan media mainstream nggak perlu bersaing, apalagi saling menyingkirkan. Keduanya bisa saling isi,” tegas Fifi.
Fifi menekankan, semangat ini yang kita bawa malam ini dalam Media Connect: Dari Clickbait Jadi Kredibel.
“Dan kita beruntung sekali, karena malam ini hadir narasumber hebat. Ada sahabat saya Pak Alexander Sabar, Dirjen Pengawasan Ruang Digital — yang tiada lelah menjaga ruang digital agar tetap aman, bukan untuk membatasi kebebasan, tapi untuk memastikan kebebasan itu nggak melukai siapa pun,” kata Fifi.
Lalu, ada Fenty Effendi, jurnalis senior dan penulis yang konsisten menjaga idealisme jurnalisme yang hangat dan manusiawi.
Ada juga Wahyu Aji dari Good News From Indonesia, yang membuktikan bahwa berita baik pun bisa viral, bahkan bisa menghasilkan cuan.
“Dan sebelum lanjut, saya ingin menyampaikan salam hangat dari Ibu Menteri Komdigi, Ibu Meutya Hafid — sesama warga Makassar yang sebenarnya sangat ingin hadir malam ini, tapi karena padatnya jadwal di menit terakhir, beliau titip salam dan doa agar acara ini berjalan sukses,” ujar Fifi.
Ditambahkannya, saat ini kita hidup di masa di mana semua orang bisa jadi penyampai pesan. Tapi justru karena itu, tanggung jawab kita jadi lebih besar. Bukan sekadar membuat orang membaca, tapi membuat mereka percaya.
“Jadi malam ini, mari kita belajar sama-sama, berdiskusi, berbagi ide, bagaimana menjadikan ruang digital bukan cuma ramai, tapi juga bermakna. Karena di era banjir informasi, yang paling berharga bukan sekadar klik, tapi kredibilitas,” pungkas Fifi.











