RADARNESIA.COM – Pemerintah Daerah Kabupaten Pasaman Barat melakukan perluasan strategi komunikasi perubahan perilaku dengan menggandeng tokoh lintas agama dan budaya guna mempercepat penurunan stunting di wilayah tersebut. Kegiatan ini dimulai di Kecamatan Pasaman pada Rabu (18/9) di Kantor Camat setempat.
Dalam sambutannya, Kepala Bappelitbangda, Ikhwanri, yang diwakili oleh Kepala Bidang Pemerintah dan Pembangunan Manusia, Astra, menekankan bahwa stunting tidak mengenal latar belakang suku, ras, etnis, maupun agama. Ia menyebutkan bahwa periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) menjadi momen penting dan penentu bagi tingkat pertumbuhan fisik, kecerdasan, dan produktivitas anak di masa depan. Ia menekankan bahwa penyebab stunting tidak hanya terkait masalah kesehatan, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat.
“Berdasarkan penelitian, sektor kesehatan hanya menyumbang 30% terhadap kejadian stunting, sedangkan 70% dipengaruhi oleh faktor nonkesehatan seperti sanitasi, akses air bersih, perilaku, dan pola asuh anak serta lainnya,” ungkapnya.
Upaya ini bertujuan memperkuat kolaborasi antara pemerintah daerah dan tokoh lintas agama serta budaya untuk mencapai target prevalensi stunting sebesar 14% pada tahun 2024. Astra menambahkan bahwa, menurut data e-PPGBM Februari 2024, terdapat 5.098 balita stunting di Pasaman Barat, dengan angka prevalensi stunting masih mencapai 29,7% berdasarkan publikasi SSGI tahun 2024. Ia menegaskan pentingnya komunikasi perubahan perilaku yang melibatkan tokoh kunci yang berpengaruh dalam masyarakat, seperti tokoh agama dan budaya.
“Penduduk Pasaman Barat sangat heterogen. Berdasarkan Data Konsolidasi Bersih II tahun 2023, mayoritas penduduk adalah penganut Islam (97,7%), diikuti Katolik (1,62%) dan Protestan (0,67%), dengan beragam suku seperti Minang, Jawa, Mandahiling, dan Batak. Pemilihan tokoh agama dan budaya dalam strategi komunikasi ini penting karena mereka adalah sosok yang memiliki pengaruh dalam menyampaikan isu stunting kepada masyarakat,” jelasnya.
Pelibatan tokoh lintas agama dan budaya memiliki alasan yang mendasar, antara lain: 1) Mereka adalah tempat bertanya dan sumber pengetahuan, 2) Penggerak utama masyarakat, 3) Teladan yang menjadi panutan, 4) Pendidik yang menyampaikan pengetahuan melalui forum, dan 5) Masyarakat yang religius, menjadikan agama sebagai landasan hidup.
Dalam diskusi kelompok terfokus (FGD), muncul beberapa masalah terkait percepatan penurunan stunting, seperti rendahnya cakupan imunisasi dasar lengkap, rendahnya pemberian ASI eksklusif, dan kurangnya sanitasi serta akses air bersih. Selain itu, terdapat tingginya jumlah balita stunting yang tinggal di lingkungan keluarga perokok.
Camat Pasaman, Andre Afandi, menyatakan bahwa peran lintas sektor sangat diperlukan dalam upaya penurunan stunting, terutama dari tokoh agama dan budaya. Berdasarkan data e-PPGBM, Kecamatan Pasaman menyumbang 79 balita stunting dari keluarga miskin, yang merupakan jumlah tertinggi di antara kecamatan lainnya. Kolaborasi lintas sektor menjadi sangat penting dalam penanganan masalah ini.
Sementara itu, dalam diskusi, Riko Imaldi menyampaikan isu tentang penolakan imunisasi dasar lengkap oleh sebagian masyarakat, yang disebabkan kurangnya sosialisasi. Ia menegaskan perlunya pelibatan tokoh agama dan budaya karena masyarakat lebih percaya kepada mereka dibandingkan informasi dari tenaga kesehatan.
M. Fadli, dai dari Nagari Lingkuang Aua Koto Dalam, menyoroti masalah perilaku merokok di lingkungan keluarga, terutama selama periode 1.000 HPK. Ia mengajak semua pihak untuk menghentikan perilaku merokok dalam keluarga demi kesehatan anak.
Di akhir diskusi, disepakati bahwa masing-masing tokoh akan menyampaikan pesan-pesan kunci terkait percepatan penurunan stunting kepada jamaah dan dalam forum yang mereka miliki.