Radarnesia.com – Indonesia resmi menjadi anggota Forum BRICS, aliansi negara-negara berkembang yang tengah tumbuh sebagai kekuatan ekonomi dan geopolitik global. Bergabungnya Indonesia membawa harapan penguatan sektor-sektor strategis dalam negeri melalui kolaborasi lintas kawasan.

Mengutip laman resmi brics.br, pada 2024, BRICS mengalami transformasi besar dengan bergabungnya enam anggota baru: Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Mesir, Etiopia, Indonesia, dan Iran. Ekspansi ini mendorong peningkatan kontribusi BRICS terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dunia berbasis paritas daya beli (Purchasing Power Parity/PPP) hingga mencapai 39 persen pada 2023.

Selain output ekonomi yang besar, BRICS juga mencerminkan stabilitas pertumbuhan yang positif. Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi negara-negara anggota BRICS pada 2024 berada di kisaran 1,1 hingga 6,1 persen.

Dalam perdagangan internasional, BRICS menyumbang 24 persen dari total perdagangan dunia. Sebagai contoh, Brasil mencatat nilai perdagangan sebesar USD210 miliar dengan negara-negara BRICS, setara 35 persen dari total perdagangannya. Ekspor Brasil ke sesama anggota BRICS mencapai USD121 miliar (36 persen dari total ekspor), sementara impornya senilai USD88 miliar atau 34 persen dari total impor.

Secara demografis, negara-negara BRICS kini mewakili 48,5 persen populasi global. Dari sisi geografis, cakupan BRICS membentang dari Asia, Eropa Timur, Timur Tengah, Afrika, hingga Amerika Latin, menjadikannya kekuatan geopolitik yang semakin luas dengan 36 persen dari total luas daratan dunia.

Dalam aspek sumber daya strategis, BRICS menguasai sekitar 72 persen cadangan mineral tanah jarang, serta menyumbang 43,6 persen produksi minyak, 36 persen produksi gas alam, dan 78,2 persen produksi batu bara dunia.

Solidaritas Negara Berkembang

Presiden Prabowo Subianto menyatakan bahwa keikutsertaan Indonesia dalam BRICS adalah keputusan strategis untuk memperkuat posisi Indonesia di panggung internasional. Bergabungnya Indonesia mendapat sambutan hangat dari para pemimpin dunia, termasuk Presiden Brasil, Luiz Inácio Lula da Silva.

“Menyambut Indonesia sebagai anggota BRICS seperti membuka pintu rumah saya untuk seorang teman lama,” ujar Lula di Istana Planalto, Brasilia, Rabu (9/7/2025).

Ia menyoroti peran historis Indonesia sejak Konferensi Asia-Afrika di Bandung (KAA) tahun 1955 sebagai pelopor perjuangan negara berkembang.

Presiden Lula juga mengapresiasi sikap tegas Presiden Prabowo dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS 2025 yang mengecam penggunaan kekuatan dalam hubungan internasional dan menekankan pentingnya hukum internasional.

Pada KTT BRICS di Brasil, Senin (7/7/2025), Presiden Prabowo juga menyampaikan pandangan Indonesia terkait isu lingkungan, kesehatan global, serta komitmen untuk menjadi bagian dari solusi atas tantangan dunia.

Forum BRICS diharapkan tidak hanya menjadi ruang kerja sama ekonomi, tetapi juga platform solidaritas negara-negara berkembang untuk mewujudkan dunia yang lebih hijau, sehat, dan berkeadilan.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan bahwa Presiden Prabowo menekankan pentingnya multilateralisme, menolak perang dan standar ganda, serta mendorong reformasi lembaga internasional agar lebih mewakili kepentingan negara-negara Global South.

Presiden Prabowo juga mengangkat semangat KAA Bandung sebagai pijakan moral dalam mendukung Palestina dan memperjuangkan keadilan global. Indonesia ingin menjadikan BRICS sebagai kekuatan penyeimbang demi menyuarakan kepentingan negara-negara berkembang.

Wakil Menteri Luar Negeri, Arrmanatha Nasir, menyampaikan bahwa Presiden Prabowo mengusulkan inisiatif “South-South Economic Compact” untuk mendorong integrasi ekonomi dan akses lebih luas dalam rantai pasok global bagi negara-negara berkembang.

Sekretaris Kabinet, Teddy Indra Wijaya, menambahkan bahwa Presiden melihat BRICS sebagai forum strategis untuk memperkuat persahabatan antarbangsa dan memperluas kerja sama internasional demi menciptakan stabilitas dan kemakmuran global.

“Keikutsertaan Indonesia mencerminkan prinsip bahwa seribu kawan terlalu sedikit, satu lawan terlalu banyak,” ujarnya.