RADARNESIA.COM – Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump resmi memperpanjang gencatan atau penghentian sementara dalam perang dagang dengan China selama 90 hari atau hingga November 2025 mendatang.

Keputusan ini diambil hanya beberapa jam sebelum batas waktu Selasa, 12 Agustus 2025, ketika tarif baru antara AS dan China seharusnya diberlakukan.

Terkini, dalam pernyataan resmi yang ditandatangani Trump pada Senin, 11 Agustus 2025, Trump mengatakan, AS masih melakukan pembicaraan dengan China untuk mengatasi ketidakseimbangan perdagangan dan kekhawatiran terkait keamanan nasional maupun ekonomi.

Trump menyatakan, China telah mengambil langkah signifikan untuk memperbaiki perjanjian dagang yang dianggap tidak adil. Karena itu, penangguhan kenaikan tarif akan berlaku hingga 10 November 2025 mendatang.

Terkait hal itu, Pemerintah China mengumumkan sebagian besar tarif balasan terhadap AS akan ditangguhkan selama 90 hari, pada Selasa, 12 Agustus 2025.

Melalui kedutaan besar di Washington, China menyatakan pihaknya kesepakatan itu mengacu pada hasil pertemuan di Stockholm. Kedua negara sepakat untuk terus mendorong perpanjangan penghentian tarif demi memperkuat kerja sama.

“Kami berharap AS terus bekerja sama dengan China untuk meningkatkan saling pengertian, mengurangi kesalahpahaman, dan memperkuat hubungan melalui dialog,” tulis pernyataan tersebut sebagaimana dilansir dari Financial Times pada Selasa, 12 Agustus 2025.

AS juga terbuka untuk melonggarkan sebagian pembatasan ekspor semikonduktor, salah satu tuntutan utama China.

Bahkan, ada pembahasan kemungkinan pertemuan puncak antara Trump dan Presiden China Xi Jinping, meski belum ada kesepakatan resmi.

Media Financial Times melaporkan, Trump kini mengizinkan perusahaan chip Nvidia dan AMD mengekspor chip canggih ke China dengan imbalan biaya tertentu. Kebijakan ini memicu kekhawatiran sejumlah pihak di pemerintahan AS yang fokus pada keamanan nasional.

Masa tenang hubungan dagang ini muncul di saat Trump berhasil menurunkan tarif dengan Uni Eropa dan Jepang, tetapi gagal mencapai kesepakatan dengan India dan Brasil sehingga negara-negara itu justru terkena tarif tinggi.

Meski ada gencatan senjata, AS tetap memberlakukan tarif tambahan 30 persen untuk barang impor dari China, membuat tarif rata-rata di atas 50 persen.

Sementara itu, China mengenakan tarif 10 persen untuk semua barang AS, ditambah 10–15 persen untuk komoditas penting seperti kedelai dan energi.*