RADARNESIA.COM – Anggota Komisi XII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Cek Endra menilai, kebijakan hilirisasi mineral dan batubara (Minerba) yang dijalankan di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto telah sejalan dengan visi yang dijanjikan pada masa kampanye.

Ia menyebut, fokus pengolahan sumber daya di dalam negeri menjadi produk bernilai tambah merupakan strategi fundamental untuk memperkuat struktur ekonomi nasional, mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah, dan meningkatkan daya saing industri.

“Sejak awal, Presiden Prabowo menempatkan hilirisasi sebagai prioritas strategis. Arahnya jelas, mengubah struktur ekspor dari bahan mentah menjadi produk bernilai tinggi di dalam negeri,” ujar Cek Endra, Jumat (15/8/2025).

“Kebijakan ini bukan hanya memperkuat daya saing industri, tetapi juga membangun fondasi pertumbuhan ekonomi berbasis nilai tambah yang merata,” imbuhnya.

Dalam pidato penyampaian Nota Keuangan RAPBN 2026 di hadapan DPR dan DPD RI, Presiden Prabowo kembali menegaskan bahwa Indonesia akan memfokuskan agenda hilirisasi untuk memberikan nilai tambah maksimal bagi perekonomian serta menciptakan lapangan kerja luas di berbagai daerah.

Ia juga menyoroti tren peningkatan ekspor nasional sebagai dampak dari semakin banyaknya produk hilirisasi yang masuk pasar global.

Meski demikian, Cek Endra mengakui masih ada tantangan pada dua komoditas utama: batubara dan nikel.

Hilirisasi batubara menjadi dimethyl ether (DME) belum mencapai target operasional yang diharapkan, sementara sektor nikel sempat menghadapi isu lingkungan di Raja Ampat.

Tantangan ini, menurutnya, harus direspons dengan penguatan tata kelola, percepatan adopsi teknologi bersih, dan penerapan standar lingkungan yang ketat.

“Dengan langkah perbaikan yang tepat, sektor ini akan tetap menjadi motor hilirisasi yang berkelanjutan,” katanya.

Cek Endra juga mengapresiasi langkah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sekaligus Ketua Satgas Hilirisasi, Bahlil Lahadalia, yang mengajukan 18 proyek hilirisasi lintas sektor dengan nilai total investasi sekitar 38,63 miliar dolar AS atau setara Rp618,13 triliun.

Dari jumlah tersebut, delapan proyek berfokus pada hilirisasi mineral dan batubara, termasuk pembangunan fasilitas DME, smelter nikel, pengolahan bauksit, mangan, dan stainless steel, dengan nilai investasi sekitar Rp 321,8 triliun dan potensi penyerapan tenaga kerja hampir 105 ribu orang.

Seluruh proyek tersebut telah menyelesaikan tahap pra-feasibility study (pra-FS) yang dikerjakan oleh Danantara.

Tahapan selanjutnya meliputi finalisasi skema pembiayaan, penentuan mitra strategis, penetapan lokasi, serta penyusunan mitigasi sosial dan lingkungan.

“Pemerintah sudah memiliki roadmap yang jelas. DPR akan mengawal agar transisi dari pra-FS ke tahap eksekusi berjalan tepat waktu dan sesuai standar,” jelasnya.

Dalam konteks pidato Presiden di Sidang Tahunan MPR yang menekankan pemberantasan tambang ilegal, Cek Endra menyatakan dukungan penuh.

Menurutnya, praktik tambang ilegal merugikan negara hingga Rp 300 triliun per tahun, merusak lingkungan, menghilangkan potensi penerimaan negara, dan mengganggu pasokan bahan baku untuk industri hilirisasi.

“Pemberantasan tambang ilegal adalah bagian integral dari strategi hilirisasi. Penegakan hukum yang tegas akan memastikan pasokan bahan baku berasal dari sumber legal dan berkelanjutan,” tegasnya.

Cek Endra optimistis, jika seluruh agenda hilirisasi dapat dieksekusi tepat waktu dan didukung dengan pemberantasan tambang ilegal, Indonesia akan mampu mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional secara signifikan.

“Dengan kontribusi hilirisasi yang kian besar terhadap PDB, target pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen pada 2029 adalah sangat realistis. Ini akan menjadi lompatan besar bagi daya saing ekonomi kita,” pungkas legislator dari daerah pemilihan Jambi itu.

Sumber: RM.ID