Radarnesia.com – Dampak bencana banjir dan longsor yang melanda Provinsi Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat masih signifikan.
Hingga Sabtu (27/12/2025), jumlah korban jiwa tercatat 1.138 orang, sementara 163 orang masih dinyatakan hilang, dan 449.846 jiwa lainnya terpaksa mengungsi akibat kerusakan permukiman dan keterbatasan akses wilayah terdampak.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Abdul Muhari, menegaskan bahwa proses pencarian dan pertolongan korban masih terus dilakukan, meskipun intensitasnya mulai disesuaikan dengan kondisi lapangan. “Di sejumlah kawasan permukiman, kemungkinan ditemukannya korban tambahan sudah semakin kecil. Namun, upaya pencarian tetap berjalan dan tidak dihentikan,” ujar Abdul Muhari dalam pemaparan perkembangan penanganan pascabencana, Sabtu (27/12/2025).
BNPB mencatat, ratusan ribu warga terdampak saat ini mengungsi dengan dua pola utama, yakni tinggal di titik-titik pengungsian darurat seperti tenda sementara, serta mengungsi secara mandiri di rumah keluarga atau kerabat.
Ia mengungkapkan, kondisi pengungsian ini menjadi perhatian utama pemerintah pusat dan daerah, seiring transisi dari masa tanggap darurat menuju status transisi darurat di sejumlah wilayah terdampak. “Saat ini, 19 kabupaten/kota telah menetapkan status transisi darurat, terdiri atas enam daerah di Aceh, enam daerah di Sumatra Utara, dan tujuh daerah di Sumatra Barat. Sementara itu, empat kabupaten/kota lainnya masih dalam proses penetapan status,” paparnya.
Dalam rangka memastikan pemenuhan hak korban dan pengungsi, pemerintah daerah terus melakukan identifikasi dan pencocokan data korban berbasis by name by address menggunakan data kependudukan.
Pendataan ini menjadi dasar penetapan hak ahli waris korban, termasuk terkait hunian sementara, relokasi permukiman, serta bentuk bantuan dan santunan lainnya. “Seluruh proses dilakukan berjenjang dari tingkat desa hingga pusat agar bantuan tepat sasaran dan akuntabel,” jelas Abdul Muhari.
Abdul Mahari menerangkan, meski fokus utama masih pada penanganan korban dan pengungsi, pemerintah mulai menyiapkan langkah awal rehabilitasi dan rekonstruksi, seiring membaiknya akses logistik dan transportasi di sejumlah wilayah terdampak.
Pemerintah memastikan bahwa kerja kemanusiaan tidak berhenti pada fase darurat semata, melainkan berlanjut hingga pemulihan sosial dan kehidupan masyarakat terdampak kembali berjalan normal. “Kami tidak berhenti di akhir pekan maupun malam hari. Ini bukti keseriusan pemerintah bersama pemerintah daerah untuk mempercepat pemulihan di tiga provinsi terdampak,” tutup Abdul Muhari.





