RADARNESIA.COM – Kasus yang melibatkan terdakwa crazy rich Surabaya, Budi Said, terkait dugaan korupsi rekayasa transaksi emas dengan PT Antam Tbk semakin terungkap dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.
Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi yang membeberkan fakta mengenai dugaan praktik manipulatif yang dilakukan Budi Said dalam transaksi emas di Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya 01, yang diduga menyebabkan kerugian besar bagi PT Antam dan negara.
Mantan Asisten Manajer Keamanan Unit Bisnis Pemurnian dan Pengolahan Logam Mulia (UBPP LM) Antam, Sutarjo, memberikan kesaksian mengenai transaksi pengiriman 100 kg emas ke Butik Surabaya 01 pada 9 November 2018, yang menurutnya, berjalan tidak sesuai prosedur.
Sutarjo menjelaskan bahwa Budi Said, melalui perantara Eksi Anggraeni, menerima emas tersebut tanpa melunasi pembayaran yang seharusnya dilakukan sebelum pengiriman. Hal ini terungkap setelah pemeriksaan terhadap tiga pejabat BELM Surabaya 01, yang telah menjadi terpidana dalam kasus korupsi terkait hilangnya 152,8 kg emas akibat selisih stock opname.
“Berdasarkan pengakuan Ahmad Purwanto, emas seberat 100 kg tersebut diserahkan kepada Eksi pada 12 November 2018 dengan keyakinan bahwa pembayaran akan masuk pada sore harinya. Namun, hingga kini, pembayaran itu tidak pernah terjadi,” ungkap Sutarjo, dalam keterangan tertulis yang diterima pada Kamis (24/10/2024)
Sutarjo juga mengungkapkan bahwa Budi Said, melalui Eksi, memberikan sejumlah uang kepada pegawai Antam yang terlibat dalam kasus tersebut, termasuk Endang Kumoro dan Misdianto, untuk memuluskan transaksi yang merugikan PT Antam.
“Endang Kumoro mengakui bahwa surat keterangan yang digunakan dalam transaksi itu dibuat oleh Ahmad Purwanto atas permintaan Eksi, dengan harga yang ditetapkan jauh di bawah harga pasar, yaitu Rp505 juta per kilogram,” jelas Sutarjo.
Keterangan tersebut senada dengan amar putusan Nomor 86/Pid.Sus-TPK/2023/PN Sby terkait terdakwa Eksi Anggraeni, yang menjadi perantara dalam kasus ini. Eksi diketahui memberikan berbagai hadiah, seperti mobil, uang tunai, dan biaya umrah kepada pegawai Antam, termasuk Endang Kumoro, Misdianto, dan Ahmad Purwanto, untuk memfasilitasi transaksi dengan Budi Said.
Jaksa Penuntut Umum mendakwa Budi Said atas dugaan korupsi terkait pembelian emas PT Antam dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dalam dakwaannya, jaksa menjelaskan bahwa Budi Said melakukan rekayasa transaksi pembelian 5,9 ton emas, yang seolah-olah terlihat sebagai pembelian 7 ton emas dari Butik Emas Logam Mulia Surabaya 01.
Jaksa juga mengungkapkan bahwa Budi Said diduga membeli emas dengan harga jauh di bawah standar dan tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku di PT Antam. Dalam dua transaksi utama, Budi Said pertama kali membeli 100 kg emas dengan harga Rp25,2 miliar, yang seharusnya hanya berlaku untuk 41,865 kg. Selisih emas sebesar 58,135 kg yang belum dibayar menambah kerugian negara.
Pada transaksi kedua, Budi Said membeli 5,9 ton emas seharga Rp3,5 triliun dan secara melawan hukum mengklaim adanya kekurangan serah sebesar 1.136 kg emas. Akibat perbuatannya, negara dirugikan total hingga Rp1,1 triliun, terdiri dari Rp92,25 miliar pada transaksi pertama dan Rp1,07 triliun pada transaksi kedua.
Atas tindakannya, Budi Said didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, subsidair Pasal 3 juncto Pasal 18 UU yang sama, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP. Budi Said menghadapi ancaman pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp200 juta hingga paling banyak Rp1 miliar.
Selain itu, Budi Said juga didakwa melanggar Pasal 3 atau Pasal 4 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar.