RADARNESIA.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memeriksa pejabat hingga mantan pejabat Bank Indonesia (BI) terkait kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dana program sosial atau Corporate Social Responsibility (CSR) dari BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Dua pejabat itu adalah Erwin Haryono selaku mantan Kepala Departemen Komunikasi BI, dan Irwan selaku Deputi Direktur Departemen Hukum BI. Keduanya dijadwalkan menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, pada Jumat, 8 Agustus 2025, hari ini.
Jurubicara KPK, Budi Prasetyo mengatakan, hari ini, Jumat, 8 Agustus 2025, tim penyidik menjadwalkan pemeriksaan terhadap Erwin Haryono selaku mantan Kepala Departemen Komunikasi BI, dan Irwan selaku Deputi Direktur Departemen Hukum BI.
“Keterangan para saksi tentu dibutuhkan sebagai pihak penyelenggara program sosial tersebut. Pemeriksaan dilakukan di Gedung KPK Merah Putih,” kata Jurubicara KPK, Budi Prasetyo, dikutip dari laman RMOL, Jumat, 8 Agustus 2025.
Budi menjelaskan, hingga siang ini, saksi yang sudah hadir adalah Erwin Haryono. Sedangkan saksi Irwan belum hadir.
KPK secara resmi mengumumkan identitas dua orang tersangka dalam perkara ini pada Kamis, 7 Agustus 2025. Kedua tersangka dimaksud, yakni Heri Gunawan (HG) alias Hergun selaku anggota Komisi XI DPR periode 2019-2024 dari Partai Gerindra, dan Satori (ST) selaku anggota Komisi XI DPR periode 2019-2024 dari Partai Nasdem.
Dalam perkaranya, Hergun menugaskan tenaga ahli, sedangkan Satori menugaskan orang kepercayaannya, untuk membuat dan mengajukan proposal permohonan bantuan dana sosial kepada BI dan OJK melalui 4 yayasan yang dikelola Rumah Aspirasi Hergun, dan 8 yayasan yang dikelola Rumah Aspirasi Satori.
Selain kepada BI dan OJK, Hergun dan Satori juga diduga mengajukan proposal permohonan bantuan dana sosial kepada mitra kerja Komisi XI DPR lainnya melalui yayasan-yayasan yang dikelolanya.
Sejak 2021-2023, yayasan-yayasan yang dikelola oleh Hergun dan Satori telah menerima uang dari mitra Kerja Komisi XI DPR, namun tidak melaksanakan kegiatan sosial sebagaimana dipersyaratkan dalam proposal permohonan bantuan dana sosial.
Hergun menerima total Rp15,86 miliar, terdiri dari bantuan dana CSR sebesar Rp15,86 miliar itu terdiri dari Rp6,26 miliar dari BI melalui kegiatan Program Sosial Bank Indonesia (PSBI), senilai Rp7,64 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluh Jasa Keuangan (PJK), serta senilai Rp1,94 miliar dari mitra kerja Komisi XI DPR lainnya.
Selain itu, dari dana CSR itu, Hergun diduga melakukan dugaan TPPU dengan memindahkan seluruh uang yang diterima melalui yayasan yang dikelolanya ke rekening pribadi melalui metode transfer.
Hergun kemudian meminta anak buahnya untuk membuka rekening baru, yang akan digunakan menampung dana pencairan tersebut melalui metode setor tunai. Hergun menggunakan dana dari rekening penampung untuk kepentingan pribadi, di antaranya pembangunan rumah makan, pengelolaan outlet minuman, pembelian tanah dan bangunan, hingga pembelian kendaraan roda empat.
Sedangkan Satori menerima total Rp12,52 miliar, terdiri dari Rp6,3 miliar dari BI melalui kegiatan PSBI, sejumlah Rp5,14 miliar dari OJK melalui kegiatan PJK, serta sejumlah Rp1,04 miliar dari mitra kerja Komisi XI DPR lain.
Dari seluruh uang yang diterima, Satori juga melakukan TPPU dengan menggunakan dana tersebut untuk keperluan pribadinya, yakni untuk deposito, pembelian tanah, pembangunan showroom, pembelian kendaraan roda dua, serta pembelian aset lainnya.
Satori juga diduga melakukan rekayasa transaksi perbankan dengan meminta salah satu bank daerah untuk menyamarkan penempatan deposito serta pencairannya, agar tidak teridentifikasi di rekening koran.
Menurut pengakuan Satori, sebagian besar anggota Komisi XI DPR lainnya juga menerima dana bantuan sosial tersebut.