RADARNESIA.COM- Kedatangan Pengurus Posko Perjuangan Rakyat (Pospera) Kabupaten Purwakarta ke kantor BPR yang beralamat di jalan Veteran Kelurahan Negrikaler Kecamatan Purwakarta beberapa waktu lalu guna mempertanyakan ketidakjelasan terkait CSR di BPR Purwakarta yang mengakibatkan menimbulkan pertanyaan besar di kalangan masyarakat dan pemerhati.
Sebagai BUMD yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat, Seharusnya BPR Purwakarta aktif menjalankan program CSR yang bermanfaat bagi lingkungan dan masyarakat sekitar.
Pengertian CSR dapat dilihat dalam Undang-Undang nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) pasal 1 ayat 3.
Pada kesempatan, Ketua Pospera Purwakarta, Sutisna Sonjaya, mengatakan,tanggung jawab sosial atau corporate social responsibility (CSR) sebagaimna diamanatkan Undang-undang adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya perusahaan adalah memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan seperti terhadap masalah-masalah yang berdampak pada lingkungan seperti polusi, limbah, keamanan produk dan tenaga kerja.
“Tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.”ungkap Tisna, Selasa,(9/7/2024).
BPR Purwakarta salah satu BUMD milik pemda Purwakarta sampai hari ini belum mengalokasikan CSR nya,padahal aturan tentang CSR itu di atur juga dalam Perda BPR Purwakarta.
Menurut pernyataan dewan pengawas (Dewas) Rd Nurcahya,bahwa alokasi CSR BPR ini harus melalui rujukan dari tim TJSL,yang mana tim ini berada pada dinas Bapelitbangda.
“Rencananya CSR BPR Purwakarta ini akan kita alokasikan taun ini,hasil musawarah tim TJSL,Dewas,Pembina BUMD,dan Dirut BPR uang CSR itu akang kita belikan satu unit mobil untuk inventaris salah satu dinas,”tutur Rd Nurcahya saat audiensi dengan Pospera.
Namun menurut Tisna, jika benar CSR itu di belikan mobil untuk inventaris dinas maka dinilai kurang bijak,mungkin lebih bermanfaat bila CSR itu di alokasikan buat membantu masyarakat Purwakarta yang lebih membutuhkan. Contoh hal,untuk membayar tunggakan BPJS mandiri.
“Kasian masyarakat Purwakarta tidak di perhatikan oleh pejabatnya,mereka lebih mementingkan karir dan perut mereka sendiri dari pada mikirin rakyat,padahal mereka bisa di sebut pejabat karena ada rakyat kelas rendah seperti kami,”katanya.
“Untuk mobil inventaris dinas ada aturan yang membolehkan anggarannya di ambil dari CSR, tapi untuk membayar tunggakan BPJS masyarakat tidak di sediakan anggarannya, itulah hebatnya aturan yang di buat pejabat,”pungkas ketua pospera.