Radarnesia.com – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan bahwa pihaknya berkomitmen mempercepat pemulihan ekonomi melalui instrumen fiskal dan moneter. “Kalau belanja Pemerintah berjalan lambat dan kebijakan moneter terlalu ketat, dampaknya bisa lebih buruk,” kata Menkeu Purbaya di Jakarta.

Purbaya yang baru tiga hari menjabat Menkeu pun mengambil langkah taktis dengan mengalihkan dana milik pemerintah di rekening Bank Indonesia sebesar Rp200 triliun ke sistem keuangan (bank).

Menkeu mengaku telah melaporkan ke Presiden untuk menginjeksi likuiditas ke perekonomian dengan harapan, bank bisa menyalurkan dalam bentuk penyaluran kredit atau pembiayaan ke sektor riil.

Ia pun sudah berkoordinasi dengan otoritas moneter dalam hal ini Bank Indonesia (BI) agar tidak menyerap likuiditas tersebut dengan instrumen moneter jangka pendek Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Usai menghadap Presiden, Menkeu pun menegaskan kalau dana yang ditempatkan di sistem perekonomian itu akan memaksa mekanisme pasar berjalan, di mana bank menyalurkan ke sektor riil bukan untuk digunakan membeli Surat Utang Negara (SUN) ataupun ditempatkan di SRBI.

Kemudian, lanjut Purbaya, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi membutuhkan percepatan investasi selain tiga pilar lainnya yaitu konsumsi, ekspor dan belanja pemerintah.

Untuk mempercepat pertumbuhan investasi itu, Menkeu akan memperkuat peran swasta dan Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) sebagai sovereign wealth fund, agar penanaman modal tidak hanya bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). “Kontribusi investasi dari Danantara diharapkan terus meningkat hingga tahun 2029, sejalan dengan meningkatnya kontribusi swasta,” kata Purbaya.

Strategi tersebut disampaikan Menkeu sebagai langkah untuk menggerakkan dua mesin ekonomi sekaligus secara optimal melalui pembiayaan dari sektor swasta dan dari Pemerintah.

Lebih lanjut Purbaya menjabarkan investasi strategis oleh Danantara diarahkan untuk mendukung sektor-sektor produktif yang mempunyai nilai tambah tinggi, memperluas kesempatan kerja, dan meningkatkan kesejahteraan.

Pemerintah pun turut hadir melalui APBN sebagai katalis untuk menggairahkan peran swasta. Dengan demikian diharapkan Danantara dan sektor swasta dapat berkontribusi besar sebagai motor pertumbuhan ekonomi.

Secara paralel, APBN jelas Menkeu terus menggelontorkan dukungan untuk pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan. Dukungan itu diarahkan untuk proyek-proyek prioritas yang mempunyai daya ungkit terhadap pertumbuhan, di antaranya perumahan, infrastruktur pendukung ketahanan pangan dan ketahanan energi, serta sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan.

Menkeu pun dalam paparannya menargetkan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dalam Rancangan APBN (RAPBN) 2026 sebesar 5,4 persen, lebih tinggi dari target APBN 2025 sebesar 5,2 persen.

Membuka Ruang

Menanggapi kebijakan taktis Menkeu tersebut, pakar ekonomi dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Aloysius Gunadi Brata, menilai langkah tersebut sebagai strategi yang bisa membuka ruang lebih besar bagi perbankan untuk menyalurkan pembiayaan. “Kebijakan Menkeu Purbaya patut diapresiasi, karena bisa meningkatkan likuiditas perbankan dan memperkuat pembiayaan sektor riil,” kata Aloysius.

Apalagi, kondisi pertumbuhan pinjaman (kredit) perbankan saat ini melambat menjadi 7,03 persen pada Juli 2025, laju terendah sejak Maret 2022. Hal itu lebih banyak disebabkan oleh melemahnya daya beli masyarakat, menciutnya kelas menengah, serta sikap hati-hati perbankan dalam menyalurkan kredit.

Dengan kebijakan Menkeu baru itu menjadi momentum penting untuk menghidupkan kembali dua mesin utama perekonomian melalui pembiayaan swasta dan pembiayaan pemerintah. “Kalau faktor daya beli dan kelas menengah bisa segera diperkuat, injeksi dana 200 triliun rupiah ini akan benar-benar menjadi motor pertumbuhan. Kuncinya sekarang adalah memastikan daya beli masyarakat pulih, sehingga tambahan likuiditas benar-benar terserap dan memberi efek berganda bagi perekonomian,” kata Aloysius.

Di kesempatan berbeda, peneliti ekonomi Core, Yusuf Rendi Manilet mengatakan, dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi, keterlibatan sektor swasta merupakan langkah positif. “APBN tidak dapat bekerja sendiri, tetap memerlukan sinergi dengan sektor swasta agar kebijakan dari kedua sisi dapat saling melengkapi dan menggerakkan perekonomian secara optimal,” kata Rendi.

Ia pun berharap injeksi likuiditas sebesar Rp200 triliun ke perbankan bisa dioptimalkan untuk mendorong sektor riil meningkatkan produktivitas.

Sementara itu, Direktur Mubyarto Institute, Awan Santosa, sepakat dengan kebijakan Menkeu Purbaya, namun dia menyarankan agar Kemenkeu ikut mendorong investasi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang terbukti dapat menciptakan lebih banyak lapangan kerja. “Menkeu perlu memunculkan berbagai terobosan agar invetasi UMKM ini lebih berkembang lagi,” kata Awan.