Radarnesia.com – Peristiwa Gerakan 30 September (G30S) yang terjadi pada malam Rabu, 29 September hingga Jumat, 1 Oktober 1965 menjadi babak kelam dalam sejarah Indonesia. Tujuh perwira Tni Angkatan Darat menjadi korban penculikan dan pembunuhan oleh kelompok yang menyebut diri mereka Gerakan 30 September.

Korban terdiri dari Letnan Jenderal Ahmad Yani, Mayor Jenderal R. Suprapto, Mayor Jenderal MT Haryono, Mayor Jenderal S Parman, Brigadir Jenderal DI Pandjaitan, Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo, serta Letnan Satu Pierre A. Tendean. Lettu Tendean gugur dalam upaya penyelamatan Jenderal AH Nasution yang berhasil meloloskan diri.

Kronologi utama peristiwa dimulai pada dini hari Jumat, 1 Oktober 1965. Pasukan di bawah pimpinan Letkol Untung dari Cakrabirawa bergerak dari Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma menuju kediaman para jenderal di Jakarta. Para perwira yang berhasil diculik kemudian dibawa ke kompleks Lubang Buaya. Di lokasi tersebut, mereka mengalami penyiksaan sebelum akhirnya dieksekusi dan jenazahnya dibuang ke dalam sumur tua.

Sementara operasi penculikan berlangsung, kelompok G30S menguasai Lapangan Merdeka. Mereka menyiarkan pengumuman melalui Radio Republik Indonesia tentang pembentukan “Dewan Revolusi” yang mengklaim bertujuan menyelamatkan Republik Indonesia. Pascaperistiwa tersebut, tekanan politik terhadap Presiden Soekarno untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) semakin menguat. PKI dituding sebagai dalang utama di balik gerakan tersebut.

Mayor Jenderal Soeharto yang diangkat sebagai Menteri/Panglima Angkatan Darat kemudian memimpin operasi penangkapan terhadap anggota dan simpatisan PKI. Militer mengambil langkah tegas untuk mengendalikan situasi keamanan. Dalam bulan-bulan berikutnya, Soeharto melarang PKI dan mengonsolidasikan dukungan politik. Proses transisi kekuasaan semakin dipercepat dengan terbitnya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) pada 11 Maret 1966.

Dampak politik dari peristiwa ini menjadi titik balik besar yang mengakhiri era kepemimpinan Soekarno dan mengawali periode Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto. Transisi kekuasaan ini membawa perubahan fundamental dalam tatanan politik Indonesia. Data historis mencatat bahwa pada akhir tahun 1965, sekitar 500.000 hingga 1.000.000 anggota dan pendukung PKI menjadi korban penangkapan dan pembunuhan. Ratusan ribu lainnya menjalani penahanan dalam kamp-kamp konsentrasi yang tersebar di berbagai daerah.

Peristiwa G30S 1965 hingga kini tetap menjadi bagian penting dalam memori kolektif bangsa Indonesia. Tragedi ini terus dipelajari sebagai pelajaran berharga tentang pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.