RADARNESIA.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bahwa tidak ada intervensi dari pihak Kepolisian terkait belum ditetapkannya tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembagian kuota haji tambahan di Kementerian Agama (Kemenag) tahun 2023-2024.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengatakan penyidik masih memfokuskan penyelidikan pada dugaan praktik jual-beli kuota haji khusus yang melibatkan sejumlah Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) atau biro perjalanan.
“Dalam penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait kuota haji, tidak ada intervensi,” ujar Budi kepada wartawan di Jakarta Selatan pada Kamis 16 Oktober 2025.
Menurut Budi, penetapan tersangka belum dilakukan lantaran penyidik masih memerlukan waktu untuk mendalami mekanisme yang dijalankan PIHK dalam pengelolaan kuota haji khusus.
“Pihak PIHK yang menyelenggarakan kuota haji khusus ini cukup banyak, dan praktik di lapangan beragam,” tutur Budi.
“Jadi penyidik butuh waktu untuk benar-benar memahami bagaimana mekanisme jual-beli kuota itu berlangsung,” lanjutnya.
Pendalaman Harga dan Pelayanan Jamaah
Lebih lanjut, Budi menjelaskan bahwa tim penyidik juga tengah mendalami perbedaan harga jual kuota haji khusus antar-penyelenggara serta aspek pelayanan yang diberikan kepada para jamaah.
“Penyidik ingin memastikan apakah terdapat penyimpangan dalam pengelolaan kuota khusus tersebut, baik dari sisi harga maupun layanan yang diberikan kepada jamaah,” ungkap jubir KPK itu.
Meski fokus masih tertuju pada pemeriksaan PIHK, KPK membuka kemungkinan untuk memanggil pihak-pihak dari Kementerian Agama yang dianggap memiliki kaitan dengan perkara ini.
“Pemeriksaan terhadap pihak Kemenag masih sangat mungkin dilakukan. Namun saat ini fokus utama penyidik masih pada pendalaman terhadap para PIHK,” tegas Budi.
Latar Belakang Kasus Kuota Haji Tambahan
Kasus dugaan korupsi ini bermula dari terbitnya Keputusan Menteri Agama (Kepmenag) RI Nomor 130 Tahun 2024 yang ditandatangani oleh Menteri Agama saat itu, Yaqut Cholil Qoumas.
Dalam keputusan tersebut, pembagian 20.000 kuota haji tambahan dibagi rata, yaitu 10.000 untuk jamaah reguler dan 10.000 untuk jamaah khusus.
Padahal, menurut Pasal 64 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, pembagian kuota seharusnya sebesar 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.
Kebijakan itu menimbulkan dugaan adanya pergeseran jatah haji reguler ke haji khusus, yang dinilai menguntungkan penyelenggara haji swasta.
Padahal, kuota tambahan dari pemerintah Arab Saudi diberikan dengan tujuan mempercepat antrean calon jemaah reguler yang telah menunggu bertahun-tahun.
KPK juga mendalami dugaan adanya lobi dari pihak asosiasi haji kepada Kemenag dalam proses pembagian kuota tambahan tersebut.
Tidak hanya itu, penyidik turut menelusuri adanya dugaan pemberian uang dari sejumlah travel haji kepada pejabat Kemenag untuk mendapatkan kuota tambahan.
Hingga kini, lembaga antirasuah tersebut belum mengumumkan siapa saja pihak yang berpotensi menjadi tersangka.
KPK memastikan seluruh proses penyidikan berjalan independen, tanpa tekanan atau campur tangan dari pihak mana pun.***













