RADARNESIA.COM – Wakil Gubernur (Wagub) DKI Jakarta, Rano Karno, mengungkapkan sebanyak 602 ribu warga Jakarta teridentifikasi terlibat dalam aktivitas judi online (judol) dengan total nilai transaksi mencapai Rp3,12 triliun.
Data tersebut bersumber dari hasil penelusuran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), yang disampaikan Rano dalam acara “Podcast on the Spot” Pameran Kinerja dan Publikasi Keterbukaan Informasi Publik Kejaksaan RI 2025 pada Minggu 26 Oktober 2025.
“Berdasar penelusuran PPATK terungkap sekitar 602 ribu warga Jakarta terlibat judi online. Nah, yang ngeri ini, transaksinya mencapai Rp3,12 triliun,” ujar Rano.
Rano menilai, maraknya praktik judi online menjadi dampak nyata dari gegar budaya digital yang pernah dibahas dua dekade lalu.
Menurutnya, perkembangan teknologi tanpa batas menjadikan ruang digital semakin sulit diawasi.
“Indonesia sedang menghadapi shock culture paling berat di era digital ini. Judi online ini bukan soal kita tidak siap dengan teknologi, tapi karena jalur aksesnya terlalu banyak. Ini yang perlu kita tangani bersama,” ucapnya.
5.000 Penerima Bansos Terafiasi Judi Online
Rano juga memaparkan temuan mengejutkan bahwa sekitar 5.000 warga yang terlibat dalam judi online merupakan penerima bantuan sosial (bansos) dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Mereka tercatat sebagai penerima Kartu Jakarta Pintar (KJP), Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU), hingga Bantuan BPJS.
Ia menegaskan bahwa Pemprov DKI Jakarta kini tengah memperkuat koordinasi dengan sejumlah lembaga terkait untuk memperketat pengawasan terkait praktik judi online.
“Kami harus memastikan bansos seperti KJP, KJMU, dan BPJS benar-benar digunakan untuk kebutuhan masyarakat, bukan untuk judi online,” tegas Rano.
Kejaksaan Agung Sebut Judi Online Jebakan Digital
Dalam kesempatan yang sama, Plt Wakil Jaksa Agung, Asep Nana Mulyana, menyebut judi online bukan sekadar permainan daring, tetapi jebakan digital yang berpotensi menghancurkan tatanan sosial dan ekonomi masyarakat.
“Data kami menunjukkan hampir 98 persen pelaku judi online adalah laki-laki, dengan rentang usia 28-50 tahun. Ini bukan permainan, tapi perangkap yang betul-betul menyengsarakan,” kata Asep.
Menurutnya, Kejaksaan Agung kini tidak hanya menindak pelaku, tetapi juga mendorong pendekatan pencegahan dan pembinaan melalui penerapan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP.
“Kami mendorong pendekatan yang lebih restoratif, korektif, dan rehabilitatif. Pencegahan harus berjalan beriringan dengan pembinaan agar masyarakat tidak terjerumus kembali,” ujarnya menegaskan.***









