Radarnesia.com – Badan Gizi Nasional (BGN) melalui Kantor Program Makan Bergizi (MBG) mengoperasikan dapur darurat untuk memenuhi kebutuhan pangan warga terdampak banjir bandang di Kabupaten Pidie Jaya, Aceh. Langkah ini dilakukan sebagai tindak lanjut surat edaran Kantor Pelayanan Pemenuhan Gizi (KPPG) Aceh–Sumut Nomor B-021/06.01.01/11/2025 yang mengarahkan seluruh Sentra Penyediaan Pangan Gizi (SPPG) dialihkan menjadi dapur darurat selama masa bencana.
Belum aktifnya kegiatan belajar-mengajar di berbagai sekolah membuat seluruh porsi Program Makan Bergizi (MBG) dialihkan ke desa-desa dan posko pengungsian. “Fokus kami adalah memastikan hak gizi masyarakat tetap terpenuhi, terutama anak-anak dan kelompok rentan. Pada masa darurat, pangan tidak boleh menjadi hambatan bagi pemulihan warga,” ujar Muhammad Ahlul Udzri, Koordinator Wilayah BGN Kabupaten Pidie Jaya, saat ditemui di Posko Induk Meureudu, Selasa (9/12/2025).
Ia menegaskan bahwa keterlibatan BGN di lapangan merupakan mandat negara untuk memastikan pelayanan dasar tetap berjalan dalam kondisi apa pun. Langkah ini sejalan dengan Asta Cita, khususnya penghapusan kemiskinan ekstrem dan penyediaan layanan publik yang inklusif di masa krisis.
Hingga 9 Desember 2025, dari total 12 SPPG, hanya empat yang dapat beroperasi karena keterbatasan bahan baku dan ketersediaan gas. Namun kapasitas distribusi tetap berada pada kisaran 2.000–3.500 porsi per hari, disesuaikan kondisi masing-masing sentra.
Relawan yang bertugas meliputi Kepala SPPG, ahli gizi, tim akuntansi, asisten lapangan, dan relawan lokal. Mereka bekerja sejak pagi untuk menyiapkan makanan dan mengantarkan langsung ke posko-posko pengungsian di beberapa gampong terdampak.
Menurut Ahlul, tantangan utama di hari-hari awal adalah terganggunya rantai pasok bahan baku. “Pasar lokal juga terdampak banjir sehingga beberapa bahan pokok sulit didapat. Tapi tim tetap bergerak, berpindah dari satu pasar ke pasar lain agar konsumsi anak-anak tidak terputus,” ungkapnya.
Menu dapur darurat mengikuti standar pemenuhan gizi BGN namun tetap menyesuaikan dengan ketersediaan bahan di pasar daerah. Ahli gizi SPPG melakukan pendampingan khusus untuk kelompok rentan seperti balita, ibu hamil, dan ibu menyusui (kelompok 3B) agar tetap memenuhi kebutuhan nutrisi harian. “Walaupun situasi darurat, standar gizi tidak boleh diturunkan. Anak-anak harus tetap mendapatkan makanan yang layak dan aman,” terang Ahlul.
Untuk mencapai beberapa titik yang masih terisolasi, tim SPPG mengandalkan kerja sama dengan BPBD, TNI/Polri, serta relawan desa. Akses yang sulit membuat sebagian distribusi dilakukan dengan berjalan kaki sambil membawa boks makanan. “Ada wilayah yang tidak bisa dilewati kendaraan karena jembatannya rusak. Jadi relawan kami berjalan kaki membawa paket makanan. Yang penting, tidak ada anak dan lansia yang terlewat,” kata Ahlul.
Koordinasi menjadi elemen penting dalam kelancaran operasi. BGN, BPBD, pemerintah daerah, dan TNI/Polri bekerja setiap hari untuk memastikan jalur distribusi aman serta pelayanan tidak terhenti.
Meski berada dalam kondisi tanggap darurat, seluruh SPPG tetap menerapkan SOP higienitas dan keamanan pangan. Mulai dari pengolahan bahan baku, penyimpanan, pemasakan, hingga pengemasan makanan tetap melalui standar BGN yang berlaku nasional.
Ahlul menegaskan bahwa kualitas makanan tidak boleh menurun hanya karena kondisi bencana. “Makan bergizi adalah hak masyarakat. Di saat seperti ini justru asupan aman dan higienis sangat krusial bagi anak-anak dan kelompok rentan,” ujarnya.







