RADARNESIA.COM – Jumlah anak terlibat judi online (judol) bikin kita mengelus dada. Sepanjang 2024 tercatat sebanyak 197.540 anak terlibat judol dengan nilai transaksi tembus Rp 293,4 miliar.
Berdasarkan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), anak yang terlibat judol mayoritas berusia 17-19 tahun (191.380 anak), kemudian anak berusia 11-16 tahun (4.514 anak) dan anak di bawah 11 tahun (1.160 anak). Kondisi ini menjadi perhatian serius Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) DKI Jakarta.
Kepala Dinas PPAPP DKI Jakarta Mochamad Miftahulloh Tamary menegaskan, pihaknya akan terus berupaya untuk mencegah anak terpapar judol. Salah satunya dengan menyelenggarakan kegiatan sosialisasi bahaya judol dengan tema, “Cegah Kekerasan Online dan Judi Online Melalui Peningkatan Kecerdasan Literasi Digital dan Penanganan Adiksi Game Online Pada Anak”, di Kantor Dinas PPAPP DKI Jakarta di Cempaka Putih, Jakarta Pusat.
Miftah, sapaan Mochamad Miftahulloh Tamary mengatakan, di satu sisi, perkembangan teknologi digital membawa banyak manfaat. Namun di sisi lain, menimbulkan tantangan baru, terutama dalam hal perlindungan anak-anak.
Menurut Miftah, banyak anak terpapar berbagai hal di dunia online. Seperti kekerasan online, game online dan judol.
“Perbedaan antara game online dan judi online sangat tipis. Karena itu, orangtua dan pengasuh harus benar-benar memperhatikan apa yang diakses oleh anak-anak,” kata Miftah.
Dia menilai, isu maraknya anak-anak dan remaja terpapar judol sangat mengkhawatirkan. Oleh karena itu, peran orangtua dan guru sebagai garda terdepan dalam membimbing anak-anak menjadi sangat krusial.
Miftah bilang, kegiatan sosialisasi ini digelar bertujuan untuk melibatkan generasi muda dalam upaya pencegahan kekerasan dan judol yang semakin marak di kalangan anak-anak.