RADARNESIA.COM – Hacker yang dikenal dengan nama ‘Bjorka’ kini menuai sorotan oleh sebagian publik di Tanah Air usai Polda Metro Jaya mengklaim telah menangkap seorang pemuda asal Minahasa berinisial WFT (22) yang disinyalir menjadi sosok di balik akun @bjorkanesiaaa.
Tak lama setelah kabar penangkapan itu beredar, publik justru dikejutkan dengan bocornya 341 ribu data anggota Polri yang diduga dilakukan oleh sosok asli Bjorka.
Peretasan itu mulanya diungkapkan oleh pakar keamanan siber, Teguh Aprianto lewat akun X @secgron, pada Minggu, 5 Oktober 2025.
“Polisi mengklaim menangkap Bjorka. Padahal yang ditangkap itu cuma faker alias peniru,” tulis Teguh.
Ironinya, kebocoran besar itu muncul hanya berselang sehari setelah polisi mengumumkan keberhasilan mereka menangkap Bjorka.
Data yang bocor disebut mencakup nama, pangkat, nomor HP, hingga alamat email anggota Polri. Peretas yang mengaku sebagai Bjorka asli, bahkan menuding polisi salah tangkap.
Tak lama setelah unggahan itu, file berisi data anggota Polri benar-benar muncul di forum gelap.
Lantas, bagaimana sebenarnya fakta terkini yang dapat menjawab pro-kontra publik di media sosial terkait keaslian pelaku hacker ‘Bjorka’ oleh Polda Metro Jaya? Berikut ini ulasan selengkapnya.
Polisi Masih Dalami Identitas Pelaku
Polda Metro Jaya tak menampik masih belum terkuak tentang sosok sebenarnya Bjorka yang ditangkap.
Kasubbid Penmas Polda Metro Jaya, AKBP Reonald Simanjuntak menyebut penyelidikan masih berjalan, terutama terkait jejak digital WFT.
“Everybody can be anybody di internet, siapapun bisa jadi siapa saja di internet,” kata Reonald di Polda Metro Jaya, pada Senin, 6 Oktober 2025.
Menurutnya, bisa saja ada lebih dari satu orang yang mengaku sebagai Bjorka, dan itu masih terus ditelusuri.
Ia menjelaskan bahwa WFT diketahui aktif di dark web dan kerap mengganti nama akun.
“Yang bersangkutan sudah beberapa kali juga mengubah nama di dark web,” terang Reonald.
Di sisi lain, Polisi juga belum memastikan apakah kebocoran 341 ribu data Polri itu dilakukan oleh WFT atau pihak lain yang meniru nama yang sama.
Penangkapan di Minahasa dan Dugaan Pemerasan
Berdasarkan laporan pihak Polda Metro Jaya, WFT ditangkap dari rumahnya di Desa Totolan, Kakas Barat, Minahasa, pada 23 September 2025 lalu.
Penangkapan itu berawal dari laporan sebuah bank swasta yang mengaku menerima ancaman dari akun X @bjorkanesiaaa.
Kasubdit IV Siber Polda Metro Jaya, AKBP Herman Edco Wijaya Simbolon menjelaskan motif penangkapan WFT yakni terkait pemerasan.
“Motifnya untuk memeras bank swasta, tapi belum sempat terjadi karena pihak bank langsung melapor,” ungkap Herman dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, pada Sabtu, 4 Oktober 2025.
Dari hasil penyelidikan, WFT sudah lama aktif di dunia maya dengan berbagai nama.
Diketahui, ia pernah memakai identitas Bjorka, lalu menggantinya menjadi SkyWave, dan terakhir Opposite6890. Kini ia ditahan dan dijerat pasal berlapis UU ITE.
Koalisi Masyarakat Sipil: Usut Bukti Kuat
Koalisi Masyarakat Sipil menilai langkah polisi menangkap WFT terbilang sah, selama ada bukti kuat.
Anggota Koalisi Sipil sekaligus Pendiri Raksha Initiatives, Wahyudi Djafar menyebut yang penting bukan siapa Bjorka sebenarnya, tapi apakah ada tindak pidana yang bisa dibuktikan.
“Lepas dari polemik mengenai keaslian dari siapakah Bjorka yang dimaksud? Sepanjang bahwa kepolisian memiliki bukti-bukti kuat,” kata Wahyudi dalam keterangan resminya, pada Senin, 6 Oktober 2025.
“Maka, sudah seharusnya proses penegakan hukum dilakukan secara konsisten,” imbuhnya.
Ia juga menyoroti bahwa kasus kebocoran data terus berulang, meski UU Perlindungan Data Pribadi sudah disahkan sejak 2022 lalu.
“Sayangnya, dari berbagai kasus tersebut, kerap kali tidak ada proses hukum yang akuntabel, dan korban tidak mendapat pemulihan,” terang Wahyudi.
Menurutnya, debat tentang “Bjorka asli” tak penting dalam konteks hukum siber.
“Dalam ruang digital, siapa pun berhak menggunakan identitas apa pun tanpa perlu dikenal asli atau palsu,” tukas Wahyudi.***