RADARNESIA.COM – Setelah kematian Hassan Nasrallah, pemimpin Hizbullah, dalam sebuah serangan udara Israel di pinggiran Beirut, perhatian publik kini tertuju pada siapa yang akan menggantikannya. Nasrallah, yang telah memimpin Hizbullah selama 32 tahun, meninggal dunia pada Jumat (27/9/24), dan spekulasi tentang calon penggantinya semakin kuat. Berdasarkan sejumlah sumber, nama Hashem Safieddine disebut sebagai kandidat terkuat untuk menggantikan Nasrallah.
Safieddine, sepupu Nasrallah, menjabat sebagai ketua dewan eksekutif Hizbullah. Posisi ini membuatnya memiliki peran yang sangat penting dalam struktur organisasi, terutama karena dewan eksekutif bertanggung jawab atas urusan politik dan operasional sehari-hari kelompok tersebut. Safieddine telah lama dipandang sebagai pewaris takhta Nasrallah.
Lahir pada tahun 1964 di kota Deir Qanoun En Nahr, di wilayah Tyre, Lebanon selatan, Safieddine telah terlibat aktif dalam gerakan Hizbullah sejak awal pembentukannya pada tahun 1982. Kehadiran ulama bersorban hitam ini sangat menonjol dalam struktur Hizbullah, terutama karena ia memiliki hubungan yang kuat dengan Nasrallah sejak mereka berdua sama-sama menempuh studi agama di Qom, Iran, pada 1980-an.
Pada tahun 1994, Safieddine kembali ke Beirut atas permintaan Nasrallah untuk memimpin dewan eksekutif Hizbullah. Sejak saat itu, ia mulai dipersiapkan untuk menjadi pemimpin di masa depan. Peran pentingnya dalam mengelola keuangan dan investasi Hizbullah, baik di dalam negeri maupun luar negeri, memperkuat posisinya dalam organisasi.
Sebagai sosok yang memiliki karakteristik mirip dengan Nasrallah, Safieddine dikenal dengan pidato-pidatonya yang berapi-api dan fasih. Dalam banyak kesempatan, ia menegaskan komitmennya untuk melawan Israel, sebuah tema yang sangat sentral dalam retorika Hizbullah. Salah satu pidatonya yang terkenal disampaikan pada 13 Juli, di mana ia menekankan kesiapan Hizbullah untuk “mengorbankan segalanya” dalam perjuangan melawan Israel.
Safieddine memiliki pengalaman panjang dalam menangani urusan internal Hizbullah. Selain mengelola berbagai institusi organisasi, ia juga memainkan peran kunci dalam mengawasi keuangan kelompok ini, yang mencakup investasi di luar negeri. Peran strategis ini memberikan Safieddine posisi yang kuat dalam struktur Hizbullah, sekaligus menjadikannya sebagai sosok yang sangat dihormati oleh anggota kelompok.
Hubungan Safieddine dengan Teheran juga merupakan faktor penting yang memperkuat posisinya. Ia menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mempelajari ilmu agama di Qom, Iran, dan memiliki hubungan dekat dengan mantan komandan Pasukan Quds Iran, Qassem Soleimani. Pada tahun 2020, putra Safieddine, Reza, menikahi putri Soleimani, Zeynep, yang semakin mempererat hubungan antara Safieddine dan lingkaran elite Iran.
Sama seperti Nasrallah, Safieddine sering kali menyuarakan dukungannya terhadap front Gaza dan menegaskan bahwa Hizbullah tidak akan berhenti mendukung perjuangan Palestina. Dalam berbagai pidatonya, ia menyatakan bahwa serangan Israel terhadap Gaza harus dihentikan, dan Hizbullah akan terus berdiri di garis depan untuk melawan agresi Israel.
Meskipun sosok Safieddine dianggap sebagai penerus alami Nasrallah, peran ini bukan tanpa tantangan. Safieddine telah lama masuk dalam daftar hitam kontra-terorisme oleh Departemen Keuangan AS, yang pada tahun 2017 menambahkan namanya ke dalam daftar individu yang dianggap berperan dalam kegiatan teroris internasional. Hal ini tentunya menambah tekanan internasional terhadap Hizbullah.
Di dalam negeri, Safieddine telah menangani berbagai isu penting bagi Hizbullah, mulai dari pengelolaan institusi sosial hingga menjaga aliran pendanaan yang kritis untuk operasi kelompok tersebut. Dengan pengalaman yang luas dalam mengelola organisasi, Safieddine dianggap sebagai sosok yang tepat untuk membawa Hizbullah ke masa depan.
Namun, meskipun Safieddine memiliki dukungan luas di dalam Hizbullah, proses transisi kepemimpinan tidak selalu berjalan mulus. Kepemimpinan Nasrallah selama lebih dari tiga dekade telah memberikan stabilitas bagi Hizbullah, dan penggantinya harus mampu menjaga stabilitas ini di tengah tekanan eksternal dan tantangan internal.
Kematian Nasrallah membuka babak baru bagi Hizbullah. Safieddine, dengan latar belakangnya yang kuat dan hubungan erat dengan Iran, tampaknya siap untuk mengambil alih tampuk kepemimpinan. Namun, tantangan yang dihadapi Hizbullah di masa depan, terutama dalam menghadapi tekanan internasional, akan menjadi ujian besar bagi kepemimpinan Safieddine.
Dalam beberapa bulan mendatang, akan menarik untuk melihat bagaimana transisi kepemimpinan ini berlangsung dan bagaimana Safieddine akan mengarahkan Hizbullah di tengah situasi politik dan militer yang semakin kompleks di Lebanon dan kawasan sekitarnya. Kepemimpinannya akan sangat menentukan arah masa depan organisasi ini, terutama dalam menghadapi konflik dengan Israel dan menjaga hubungan erat dengan Teheran.
Hashem Safieddine tampaknya akan menjadi sosok kunci dalam menentukan masa depan Hizbullah, baik di ranah politik maupun militer. (sumber: Krj)