RADARNESIA.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pemeriksaan terhadap empat saksi dalam perkara dugaan korupsi terkait pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG) di PT Pertamina (Persero) periode 2011-2021 dengan tersangka Galaila Karen Kardinah (GKK). Salah satu saksi yang diperiksa berstatus warga negara asing (WNA).
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika, dalam keterangannya kepada Infopublik pada Selasa (9/7/2024), mengatakan, “Bertempat di Polres Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta, tim penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi atas nama Takeshi Hashiguchi (Mantan Pegawai Nippon Ketjen), Yulianti Wuryani (Ibu Rumah Tangga), Suhaimi (Pensiunan BUMN/SVP RO PT Pertamina (Persero) pada 2013), dan Mahendra Sudibja (Pensiunan PT Pertamina).”
Sebelumnya, KPK menahan mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan. Dia merupakan tersangka dalam dugaan pengadaan LNG di PT Pertamina (Persero) pada 2011-2021.
Kasus ini bermula sekitar 2012, ketika PT Pertamina Persero berencana mengadakan LNG sebagai alternatif untuk mengatasi defisit gas di Indonesia yang diperkirakan terjadi dari 2009 hingga 2040. Pengadaan LNG ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan PT PLN Persero, industri pupuk, dan industri petrokimia lainnya di Indonesia.
GKK alias KA, yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Pertamina Persero periode 2009-2014, mengeluarkan kebijakan untuk menjalin kerjasama dengan beberapa produsen dan supplier LNG dari luar negeri, termasuk perusahaan CCL (Corpus Christi Liquefaction) LLC dari Amerika Serikat.
Dalam pengambilan kebijakan dan keputusan tersebut, GKK alias KA secara sepihak memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian dengan perusahaan CCL tanpa melakukan kajian dan analisis menyeluruh serta tanpa melaporkan kepada Dewan Komisaris PT Pertamina Persero.
Akibatnya, seluruh kargo LNG milik PT Pertamina Persero yang dibeli dari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat tidak terserap di pasar domestik, sehingga kargo LNG menjadi oversupply dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia.
Perbuatan GKK alias KA menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar sekitar USD 140 juta atau setara dengan Rp2,1 triliun.