Radarnesia.com – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi menegaskan pentingnya penguatan sistem perlindungan perempuan dan anak di tingkat daerah. Hal ini disampaikan saat bertemu dengan Wakil Gubernur Sumatra Utara, Surya dan sejumlah organisasi perangkat daerah di Medan.
Menurut Menteri PPPA, kebijakan perlindungan tidak cukup hanya berbasis penanganan kasus, namun harus dimulai dari sistem pencegahan yang kuat. “Ada tiga fokus utama untuk memperkuat sistem perlindungan perempuan dan anak, yaitu pencegahan kekerasan, peningkatan kualitas layanan, serta percepatan kolaborasi lintas sektor yang lebih terpadu,” ujarnya.
Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) mencatat, sepanjang 1 Januari–4 November 2025 terjadi 1.363 kasus kekerasan di Sumatera Utara, dengan 1.610 korban, mayoritas perempuan dan anak.
Arifah menjelaskan, meski angka ini tampak tinggi, hal tersebut juga menunjukkan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk melapor dan akses korban terhadap layanan perlindungan. “Pemerintah daerah harus memastikan UPTD PPA bekerja cepat, ramah korban, dan terintegrasi. Layanan perlindungan harus hadir tepat waktu, sensitif, dan berpihak pada korban,” tegasnya.
Kesenjangan Gender Masih Terjadi di Daerah
Menteri PPPA juga menyoroti Indeks Ketimpangan Gender (IKG) Sumatra Utara pada 2024 yang berada di angka 0,399, sedikit lebih baik dari rata-rata nasional (0,421), namun masih menyisakan kesenjangan antarwilayah.
Sementara itu, Kabupaten Samosir mencatat IKG terbaik (0,123), sedangkan ketimpangan tertinggi terjadi di Kabupaten Padang Lawas (0,813). “Disparitas ini harus menjadi perhatian serius agar perempuan di seluruh kabupaten memiliki akses dan kesempatan yang setara,” ujar Arifah.
Pada aspek perlindungan anak, Indeks Perlindungan Anak (IPA) Sumatra Utara 2023 tercatat sebesar 61,64, masih di bawah capaian nasional. Menteri PPPA menekankan pentingnya percepatan penanganan kekerasan, perundungan, dan perkawinan anak di seluruh kabupaten/kota. “Setiap kasus bukan hanya angka statistik. Pemerintah harus memastikan setiap anak dapat tumbuh dengan baik, tidak menjadi korban kekerasan, dan mendapat perlindungan penuh dari negara,” tegasnya.
Wakil Gubernur Sumatra Utara, Surya, menyatakan isu perempuan dan anak menjadi bagian dari 17 prioritas pembangunan daerah dalam RPJMD 2025–2029. Dari total kasus kekerasan, 72 persen korbannya adalah perempuan dan 22 persen laki-laki.
Untuk itu, Pemprov Sumut terus memperkuat kebijakan perlindungan melalui Perda Perlindungan Anak (2014), Perda Perlindungan Perempuan dan Anak dari Tindak Kekerasan (2019), serta Perda Pengarusutamaan Gender (2023). “Pemerintah Provinsi berkomitmen memastikan layanan bagi korban kekerasan dapat diakses di seluruh kabupaten/kota, termasuk melalui penguatan UPTD PPA dengan tenaga ahli bersertifikat agar layanan semakin responsif dan profesional,” ujar Surya.
Sebagai langkah konkret, Kemen PPPA bersama Pemerintah Provinsi Sumatra Utara menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dengan Universitas Sumatera Utara (USU) dan Universitas Islam Negeri Sumatra Utara (UIN SU). Kerja sama ini meliputi pendidikan dan riset berperspektif gender dan anak, peningkatan kapasitas SDM, serta penguatan program pemberdayaan dan perlindungan di tingkat daerah.







