Radarnesia.com – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Malang menegaskan dukungan penuh terhadap Fatwa Nomor 1 Tahun 2025 yang diterbitkan oleh MUI Jawa Timur. Fatwa tersebut menetapkan penggunaan sound horeg atau sound system berukuran besar dan bertenaga tinggi, haram bila melebihi ambang batas wajar dan mengandung unsur kemaksiatan.

Ketua MUI Kota Malang, KH Isroqunnajah mengatakan, sebagai bagian dari organisasi struktural, pihaknya sejalan dengan keputusan MUI Provinsi yang telah lebih dulu menerbitkan fatwa tersebut.

“Ini kan kita organisasi struktural, kita ngikuti yang ada di provinsi. Kita tentu sepakat dengan putusan MUI Jatim,” ujar Isroqunnajah, Senin 14 Juli 2025.

Pria yang akrab disapa Gus Is ini menjelaskan, MUI Kota Malang akan segera melakukan sosialisasi fatwa haram sound horeg secara masif. Mulai dari tingkat kecamatan hingga melalui mimbar khotbah Jumat agar pesan moralnya benar-benar sampai ke masyarakat.

“Kita afirmasi melalui khotbah-khotbah juga bahwa dampak mudaratnya itu besar. Banyak kejadian, banyak korban, dari yang sepuh, punya riwayat jantung hingga bayi, itu terdampak,” ungkapnya.

Selain menyoroti sisi kesehatan, Gus Is juga menyinggung beban ekonomi yang ditimbulkan dari penggunaan sound horeg. Ia menyebut, tidak jarang warga harus merogoh kocek cukup dalam hanya untuk mendukung hiburan tersebut.

“Itu ternyata mahal juga. Iuran per orang di kampung bisa ratusan ribu. Bahkan katanya ada alat yang harganya sampai miliaran. Padahal masyarakat banyak yang sedang kesulitan secara finansial,” katanya.

Menurut Gus Is, fenomena sound horeg sebetulnya hanyalah bentuk penyaluran hobi yang masih bisa diganti dengan aktivitas lain yang tidak merugikan orang lain. “Penggunaan sound horeg ini kan penyaluran hobi, artinya masih bisa diwujudkan dalam bentuk yang lain,” tuturnya.

Terkait kemungkinan mendorong regulasi lebih ketat di Kota Malang, Gus Is menyebut akan mengkaji lebih dalam isi fatwa MUI Jawa Timur bersama para ahli, termasuk dari sisi kesehatan.

“Saya akan pelajari dulu putusan dari MUI Jatim dan segera kita terapkan di Kota Malang. Tapi yang jelas, kita akan minta juga advice dari pakar medis soal dampak suara ini terhadap kesehatan,” pungkasnya.

Sebagai informasi, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Timur resmi mengeluarkan Fatwa Nomor 1 Tahun 2025 tentang Penggunaan Sound Horeg. Fatwa ini diterbitkan sebagai respons atas maraknya praktik sound horeg yang belakangan memicu kontroversi hingga keluhan warga di sejumlah daerah.

Dalam pertimbangannya, MUI Jatim menegaskan bahwa kemajuan teknologi audio digital sejatinya hal yang positif selama digunakan untuk kepentingan yang bermanfaat dan sesuai syariah.

“Setiap individu memiliki hak berekspresi selama tidak mengganggu hak asasi orang lain,” bunyi salah satu poin dalam fatwa tersebut.

Namun demikian, penggunaan sound horeg yang melebihi ambang batas wajar, menimbulkan kebisingan ekstrem, hingga mengganggu kenyamanan, kesehatan, atau bahkan merusak fasilitas umum, dinyatakan haram.

Hal ini juga berlaku jika di dalam kegiatan sound horeg terdapat unsur kemaksiatan seperti joget campur laki-laki dan perempuan, membuka aurat, atau hal-hal lain yang bertentangan dengan syariat Islam.

Komisi Fatwa menegaskan sound horeg tetap diperbolehkan selama diatur dengan baik. Penggunaan diperbolehkan jika volumenya masih dalam batas wajar, tidak merugikan orang lain, serta digunakan dalam kegiatan yang positif seperti pengajian, shalawatan, atau hajatan pernikahan, tanpa unsur maksiat.

Fenomena battle sound atau adu suara yang kerap terjadi di lapangan juga menjadi sorotan. Dalam fatwa itu disebutkan kegiatan battle sound yang terbukti menimbulkan kebisingan ekstrem dianggap sebagai bentuk tabdzir (pemborosan) dan idha’atul mal (penyia-nyiaan harta), sehingga diharamkan secara mutlak.

Selain itu, MUI Jatim juga menekankan adanya tanggung jawab ganti rugi jika penggunaan sound horeg terbukti merugikan orang lain.

“Penggunaan sound horeg dengan intensitas suara melebihi batas wajar yang mengakibatkan dampak kerugian terhadap pihak lain, wajib dilakukan penggantian,” tulis salah satu poin dalam fatwa tersebut.