Radarnesia.com – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, meminta pemerintah daerah di Provinsi Lampung membebaskan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) bagi masyarakat kurang mampu, khususnya untuk pendaftaran tanah pertama. Langkah ini diyakini sebagai solusi percepatan legalisasi aset masyarakat demi kepastian hukum atas kepemilikan tanah.
“Kalau kita ingin menyelamatkan rakyat supaya punya kepastian hukum, saya minta kepada Bapak-Ibu sekalian, untuk warga yang kurang mampu berikan keringanan atau pembebasan BPHTB, supaya lahan mereka bisa disertifikasi,” kata Nusron.
Saat ini, capaian pendaftaran tanah di Lampung telah mencapai 83,84 persen, dengan 70,27 persen di antaranya telah bersertipikat. Namun, masih ada sekitar 13 persen bidang tanah yang belum terdaftar dan tersertifikasi, sebagian besar karena keterbatasan biaya BPHTB. Oleh karena itu, pemerintah pusat mendorong peran aktif daerah dalam memberikan pembebasan pajak sebagai bentuk keadilan sosial.
Selain soal BPHTB, Menteri Nusron juga menekankan pentingnya integrasi data antara Nomor Identitas Bidang Tanah (NIB) dengan Nomor Objek Pajak (NOP). Ia menyebut banyak data pertanahan yang tidak sinkron, berdampak pada potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang tidak optimal.
“Kalau ini diintegrasikan, tidak mungkin ada data yang meleset. Saya jamin PBB Bapak-Ibu bisa naik tiga sampai empat kali lipat,” tegasnya, sambil menyebut contoh banyak tanah yang tertulis hanya dua hektare dalam NJOP, padahal di sertipikatnya mencapai 15 hektare.
Dalam kesempatan tersebut, Nusron turut mendorong legalisasi tanah wakaf dan rumah ibadah. Ia mengimbau pemerintah daerah aktif mengedukasi masyarakat agar segera mengurus sertifikat, termasuk untuk aset milik yayasan maupun tempat ibadah.
“Kami minta tolong partisipasi pemda untuk menggerakkan masyarakatnya. Supaya punya kesadaran untuk menyertipikatkan tanah wakaf, tempat ibadah atau yayasan,” katanya.
Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, menyampaikan bahwa sengketa dan ketidakjelasan status lahan masih menjadi hambatan utama dalam masuknya investasi, terutama di sektor pertanian, perkebunan, dan kawasan industri. Untuk itu, ia menekankan pentingnya percepatan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) serta sinkronisasi dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
“Setiap kali ada rencana investasi, yang pertama ditanya pasti soal lahan. Tapi kita masih dihadapkan persoalan kepemilikan. Karena itu kami dorong percepatan revisi RTRW dan sinkronisasi RDTR,” ucap Gubernur.
Rapat koordinasi ini turut dihadiri oleh Penasihat Utama ATR/BPN Jhoni Ginting, Kakantah ATR/BPN Lampung Hasan Basri Natamenggala, Kepala Biro Humas Harison Mocodompis, bupati/wali kota se-Lampung, dan unsur Forkopimda provinsi.