Radarnesia.com – MAHKAMAH Konstitusi (MK) tengah mengadakan sidang uji materi UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang berkaitan dengan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres).
Sidang ini berfokus pada sejumlah gugatan yang diajukan oleh berbagai pihak terkait batas usia minimal untuk menjadi capres-cawapres. Gugatan ini memicu perdebatan serius mengenai pentingnya mengkompromikan antara usia dan kemampuan dalam memimpin.
Pada sisi satu, ada argumen bahwa batas usia yang lebih rendah, khususnya 35 tahun, akan memberi peluang lebih besar kepada generasi muda untuk berkiprah dalam pemerintahan.
Wakil Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, dalam persidangan, menyatakan bahwa banyak negara di dunia menerapkan batas usia minimal yang lebih rendah untuk calon pemimpin, seperti Amerika Serikat, Rusia, dan India.
Menurutnya, mengingat Indonesia sedang memasuki bonus demografi dengan jumlah penduduk usia produktif yang besar, penting untuk memberi peluang pada generasi muda untuk berkontribusi dalam pembangunan negara.
Disisi lain, argumen lainnya adalah bahwa penting untuk mempertimbangkan kemampuan dan pengalaman dalam memimpin. Meskipun usia tidak selalu menjadi indikator tunggal, batas usia tertentu diharapkan mencerminkan kedewasaan dan kesiapan seseorang dalam menjalankan tugas-tugas kenegaraan.
Staf Ahli Kemendagri Togap Simangunsong menyatakan bahwa UUD 1945 tidak menetapkan batasan usia minimum tertentu sebagai kriteria umum untuk jabatan pemerintahan, dan keputusan mengenai hal ini semestinya menjadi kewenangan pembentuk undang-undang.
Pendapat yang serupa juga diutarakan oleh Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar atau Cak Imin. Dia menyatakan bahwa apapun keputusan MK, apakah menghapus atau mempertahankan batas usia minimal, harus dihormati karena merupakan keputusan politik. Namun, dia juga mengingatkan bahwa keputusan ini seharusnya tetap menjadi kewenangan DPR.
Secara umum, diskusi mengenai batas usia calon presiden dan calon wakil presiden mencerminkan perdebatan yang lebih luas tentang bagaimana mencari keseimbangan antara memberi peluang pada generasi muda dan memastikan bahwa pemimpin memiliki kemampuan dan pengalaman yang diperlukan dalam menghadapi tantangan kompleks dalam pemerintahan.
Bagaimana MK akan mengambil keputusan dalam kasus ini akan mempengaruhi arah demokrasi dan kepemimpinan di Indonesia.