Radarnesia.com – Industri kakao memegang peran strategis bagi perekonomian nasional, khususnya dalam kontribusinya terhadap penerimaan negara.

Pada 2024, sektor perpajakan dari komoditas kakao menyumbang sekitar Rp3,7 triliun, sementara penerimaan dari bea keluar mencapai Rp240 miliar. Adapun pada 2025, realisasi bea keluar untuk periode Januari hingga September tercatat sebesar Rp150,7 miliar.

Demikian disampaikan Analis Ahli Madya Direktorat Strategi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal (DJSEF) Kementerian Keuangan, Nurlaidi, dalam kegiatan Pers Tour Kontribusi Kakao untuk APBN dan Perekonomian di Badung, Bali.

Menurut Nurlaidi, aspek strategis lainnya yang dimiliki industri kakao adalah terciptanya nilai tambah produk melalui pengolahan kakao menjadi cokelat dan produk turunan lainnya. Juga sebagai upaya mediversifikasi ekonomi, dan mengurangi ketergantungan komoditas ekspor pertanian seperti kelapa sawit.

Aspek lainnya, terang Nurlaidi adalah industri kakao bermanfaat untuk pembangunan daerah. Industri kakao sering kali terpusat di daerah pedesaan yang kurang berkembang. “Peningkatan produksi dan pengolahan kakao dapat membantu mengangkat ekonomi daerah tersebut melalui pembangunan infrastruktur dan peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat,” ujarnya.

Namun demikian, lanjut Nurlaidi, produksi hasil perkebunan kakao mengalami penurunan dari 721 ribu ton pada tahun 2020, menjadi 633 ribu ton pada 2024.

Dari sisi luas lahan, besarannya juga terus menurun dari 1,51 juta hektare (ha) pada 2020, menjadi 1,46 juta hektare pada 2021, dan terus turun menjadi 1,39 hektare pada 2024.

Ketua Umum Dewan Kakao Indonesia, Soetanto Abdoellah mengakui, industri kakao di tanah air memiliki potensi cukup besar bagi perekonomian. Sebagai salah satu negara penghasil kakao premium di dunia, kenyataannya industri ini masih menghadapi berbagai tantangan. “Salah satunya adalah penurunan lahan produksi kakao yang sudah tentu sangat mempengaruhi jumlah produksi kakao. Akibat kurangnya suplai, industri kakao tidak jarang harus memenuhinya melalui impor,” kata Soetanto.

Soetanto pun mengakui bahwa lahan produksi kakao di Indonesia terus mengalami penurunan. “Areal dan produksi terus menurun,” katanya.

Untuk itu, Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kementerian Keuangan telah menyiapkan dan akan fokus menjalankan program peremajaan perkebunan kakao. Pemerintah menargetkan peremajaan 5.000 hektare lahan tahun depan. “Jadi prinsipnya target kami target nasional. Jadi permajaan yang diharapkan dari 1 juta sekian dari kakao, itu sifatnya target nasional. Nah kebetulan pusat-pusat kakao ini berbeda dengan pusat-pusatnya sawit. Nah, pusat-pusat kakao itu salah satunya ada di Jawa Timur, ada juga yang di Yogja, ada juga yang di Bali, kemudian sebagian dari Sulawesi bagian tengah,” tutur Kepala Divisi Umum BPDP Kemenkeu, Adi Sucipto.

Dia menambahkan, bahwa target peremajaan kakao seluas 5.000 hektare pada 2026 ditetapkan berdasarkan kesediaan bibit. Selain itu, sambungnya, juga terkait dengan aturan main, di mana Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) terkait pengolahan kakao sampai dengan hari ini belum selesai. “Nah yang kedua, ketika Permentan itu ditetapkan, ada perlu yang namanya cap dirjen. bagaimana pola mainnya, per hektare itu mau dapet berapa? Apa yang kami bisa bantu?” tukasnya.

Pihak BPDP Kemenkeu mengaku selalu mendukung alokasi lahan pengembangan kakao. “Berapapun alokasi yang ditetapkan oleh Kementan, full support oleh BPDP. Contoh kemarin sawit sebelumnya kan 30 ribu hektare, kemudian diubah jadi 60 ribu hektare, kami pun akan support 60 ribu sepanjang itu sudah diputuskan,” tandas Adi.

Selain melakukan Program Peremajaan Kakao Rakyat, BPDP juga telah menyiapkan program lain untuk meningkatkan produktivitas lahan dan hasil produksi perkebunan Kakao di Tanah Air. BPDP menyiapkan program terkait sarana dan prasarana perkebunan yang dimaksudkan untuk peningkatan produksi, produktivitas, dan mutu hasil perkebunan.

Kemudian ada Program Pengembangan SDM seperti prorgam beasiswa D1, D3 Dan D4/S1. Juga dengan melengkapi dengan program pelatihan kepada para petani. Lalu BPDP juga menyiapkan Program Penelitan dan Pengembangan untuk meningkatkan produktivitas atau efisiensi, aspek sustainability. Juga mendorong penciptaan produk atau pasar baru. Tidak ketinggalan juga dengan memerhatikan aspek sosial dan ekonomi.

Terakhir, Program Promosi Perkebunan juga disiapkan dalam upaya perluasan pasar. Hal ini dilakukan dengan menggelar kegiatan di dalam Dan luar negeri. Pun dengan melakukan kerja sama dengan pemangku kepentingan. Serta memberikan dukungan kepada UMKM.