RADARNESIA.COM – Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau, memiliki kekayaan budaya, tradisi, dan kebiasaan yang tercermin dalam kuliner khas di setiap daerah. Makanan di Indonesia bukan hanya menggugah selera, tetapi juga mencerminkan keragaman budaya dan sejarah yang mendalam.
Keberagaman kuliner Indonesia menawarkan cita rasa lezat yang mencerminkan kehidupan masyarakat setempat. Dengan menikmati hidangan khas dari berbagai daerah, kita merayakan kekayaan budaya yang luar biasa.
Aceh, provinsi di ujung barat Indonesia, dikenal sebagai “Serambi Mekah” karena sejarahnya yang panjang sebagai pusat penyebaran Islam di Nusantara. Selain kekayaan budayanya, Aceh juga memiliki tradisi kuliner yang khas dan kaya rasa.
Kekayaan Kuliner Aceh
Kuliner Aceh adalah perpaduan unik dari berbagai pengaruh, termasuk budaya Timur Tengah, India, dan Melayu, menciptakan cita rasa yang kuat dan beragam. Dengan melimpahnya rempah-rempah, penggunaan santan, serta teknik memasak yang khas, makanan Aceh menawarkan cita rasa yang kompleks. Kuliner ini juga merupakan bagian penting dari identitas budaya masyarakat Aceh, diwariskan dari generasi ke generasi.
Bagi siapa pun yang mengunjungi Aceh, mencicipi kuliner khasnya adalah cara terbaik untuk merasakan kekayaan budaya dan sejarah daerah ini. Salah satu kuliner yang menjadi warisan budaya adalah Kuah Beulangong. Hidangan ini bukan hanya sekadar makanan, tetapi juga simbol kebersamaan dalam masyarakat Aceh.
“Kuah Beulangong adalah masakan khas Aceh yang biasanya disajikan dalam acara adat, perayaan keagamaan, dan momen kebersamaan lainnya, seperti kenduri atau gotong royong,” jelas Keuchik Gampong (Kepala Desa) Panteriek, Munawar, di Gampong Panteriek, Banda Aceh, Senin (9/9/2024).
Asal Usul dan Proses Memasaknya
Nama “Beulangong” berasal dari bahasa Aceh yang berarti “kuali besar,” mencerminkan cara masaknya. Hidangan ini dimasak dalam kuali besar untuk disajikan dalam porsi banyak, biasanya pada acara kenduri atau pernikahan. “Hidangan ini menjadi simbol kebersamaan, karena proses memasaknya melibatkan banyak orang, dari menyiapkan bahan hingga memasak,” tambah Munawar.
Kuah Beulangong umumnya menggunakan dua bahan utama: daging sapi atau kambing, dan terkadang ikan tongkol. Hidangan ini dimasak dengan kuah kari yang kaya rempah-rempah, memberikan rasa yang kaya, pedas, dan gurih. Selain daging, hidangan ini juga ditambahkan sayuran seperti nangka muda atau pisang batu, menciptakan tekstur beragam dan rasa kompleks.
“Nangka muda sering digunakan karena teksturnya yang lembut dan kemampuannya menyerap bumbu, memberikan keseimbangan rasa antara rempah yang kuat dan manisnya sayuran,” ungkapnya.
Makna Sosial dan Spiritual Kuah Beulangong
Proses memasak Kuah Beulangong adalah ritual tersendiri, membutuhkan waktu lama dan biasanya dilakukan secara kolektif, terutama oleh para pria. Daging atau ikan dimasak dalam kuali besar dengan bumbu yang sudah dihaluskan, diolah di luar ruangan dengan pengawasan dan pengadukan terus-menerus agar bumbu meresap sempurna. Masyarakat yang terlibat saling bergotong-royong, menciptakan momen sosial yang penting dan mencerminkan semangat gotong royong yang kental di Aceh.
Kuah Beulangong tidak hanya menjadi hidangan utama dalam acara besar, tetapi juga memiliki makna spiritual dan sosial. Pada acara keagamaan, seperti Maulid Nabi, hidangan ini sering dihidangkan sebagai simbol syukur. Selain itu, Kuah Beulangong juga disajikan dalam pernikahan, khitanan, atau kenduri yang melibatkan seluruh komunitas.
“Tradisi memasak Kuah Beulangong dalam acara besar adalah cara masyarakat Aceh menjaga dan merawat warisan kuliner mereka. Setiap generasi diajak berpartisipasi dalam proses memasak, sehingga tradisi ini terus diwariskan,” jelas Munawar.
“Bagi siapa saja yang berkunjung ke Aceh, mencicipi Kuah Beulangong tidak hanya menawarkan pengalaman rasa yang kaya, tetapi juga pemahaman tentang nilai-nilai sosial dan budaya yang mendalam,” pungkasnya.