RADARNESIA.COM – Generasi muda atau Gen Z di Indonesia dalam era digital masa kini, dinilai tengah diliputi kegamangan terkait upaya berinvestasi untuk menjaga kesehatan finansial atau keuangan di dompet mereka.
Bukan tanpa sebab, produk keuangan yang berkembang pesat di era digital, seperti reksadana hingga kripto, membuat para generasi muda acapkali penasaran untuk mencoba berinvestasi.
Di sisi lain, terdapat pula jebakan-jebakan keuangan digital, misalnya paylater (bayar nanti), pinjaman online (pinjol), hingga aplikasi investasi yang mudah diklik lewat ponsel pribadi mereka.
Hal tersebut kini menuai sorotan khusus dari Menkeu RI, Purbaya Yudhi Sadewa yang ingin para generasi muda di Indonesia pandai-pandai dalam mengelola keuangan.
Purbaya menilai, dampak yang dihasilkan sangat serius di masa mendatang, terlebih soal jebakan utang yang bikin terlena hingga melampaui pendapatan.
Berikut ini 3 pesan khusus yang disampaikan sang menteri yang kini menggantikan posisi Sri Mulyani di kursi Menteri Keuangan RI.
1. Awas FOMO!
Gen Z sering mendapatkan informasi seputar keuangan dari linimasa atau timeline alias sebutan kekiniannya, for you page (FYP).
FYP yang tampil di smartphone Gen Z, acapkali berisi konten dari influencer hingga konten-konten viral di media sosial.
Perihal itu, Menkeu Purbaya tak ragu untuk mengingatkan Gen Z akan pentingnya mengetahui betul terkait instrumen investasi.
Pria kelahiran Bogor itu mengingatkan agar generasi muda tidak ikut-ikutan orang lain atau bahasa kerennya, fear of missing out (FOMO).
“Jadi kalau mau berinvestasi di instrumen apa pun, pelajari dahulu instrumennya seperti apa,” ujar Purbaya kepada awak media di Jakarta, pada Selasa, 16 September 2025.
“Jangan ikut-ikutan orang, jangan FOMO, fear of missing out. Pelajari instrumennya apa, mereka pasti berhasil,” imbuhnya.
2. Belanja Sesuai Budget
Dalam kesempatan yang sama, Purbaya menyoroti soal fenomena berhutang yang dinilai menjadi hal lumrah pada masa kini.
Terlebih, banyak sekali konten financial hacks yang beredar di media sosial, yang menjanjikan jalan pintas menjadi kaya.
Akibatnya, utang konsumtif yang dihabiskan untuk membeli barang atau jasa tanpa menghasilkan pendapatan kini menjadi hal lumrah.
Gen Z pun diliputi akhirnya diliputi kecemasan tentang ancaman bunga hingga biaya tambahan yang besar di baliknya.
“Tidak apa-apa belanja, mau yang mahal atau yang murah, tapi sesuaikan dengan kantong sendiri. Jangan ngutang,” ungkap Purbaya menegaskan.
Hal ini menggambarkan pentingnya literasi keuangan bagi warga Indonesia, terkhusus generasi muda.
Sebagai catatan, literasi keuangan merupakan pengetahuan maupun keterampilan yang mempengarhui sikap dan perilaku individu untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan.
3. Waspadai Diskon Pemikat Gen Z
Terpisah, Purbaya pernah menyoroti kasus krisis ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat (AS) akibat warganya yang sering berhutang tanpa berpikir mampu untuk membayarnya.
Dalam pernyataannya dalam siniar YouTube CXO Media pada 20 Agustus 2025 lalu, Purbaya mewanti-wanti utang konsumtif dapat mempengaruhi krisis ekonomi negara.
“Kalau kebanyakan utang dari orang-orang di kita (warga Indonesia) tidak bisa bayar, itu bisa menimbulkan krisis,” tutur Purbaya.
Purbaya yang kala itu masih menjabat sebagai Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menuturkan, bank maupun perusahaan teknologi berbasis finansial (fintech) berlomba-lomba menawarkan berbagai produk keuangan digital yang menarik.
Promosi canggih pemikat kalangan generasi muda, termasuk Gen Z pun diyakini menggunakan bahasa dan visual yang memikat dengan berbagai diskon kredit.
“Contohnya di Amerika Serikat yang pernah terjadi (krisis) di 2008, itu sebenarnya kan karena (warganya) mengutang tapi tidak punya uang, seperti paylater,” sebut Purbaya.
“Itu mulanya hutangnya dihimpun seperti kelihatan bagus, tapi kan akhirnya (keuangan warga) runtuh,” sambungnya.
Pria kelahiran Bogor itu lantas mengingatkan, para generasi muda perlu waspada dalam penggunaan paylater dalam penerapan keuangan mereka.
“Mungkin pada awalnya meminjam seperti di pay later itu tidak terasa, tapi suatu saat tidak bayar. Kalau banyak (warga) ramai-ramai tidak bayar bagaimana? sistem ekonomi (negara) akan terguncang,” terang Purbaya.
“Jadi, teman-teman generasi muda harus mengerti juga bahwa pay later bagus dalam keadaan tertentu, kalau kepepet tidak masalah,” tambahnya.
4. Jangan Lebih Besar Pasak daripada Tiang
Terkait pengelolaan finansial bagi Gen Z, Menkeu Purbaya menyebut kebiasaan berhutang akan membuat seseorang menjadi terlena.
“Kalau tidak perlu banget, sebaiknya tidak usah untuk flexing (pamer harta), karena Anda seperti ngutang, sama saja dipaksa berhutang dan akhirnya terlena,” paparnya dalam wawancara di siniar YouTube yang sama.
Pria yang kini menjabat sebagai Menkeu RI itu lalu mengungkapkan prinsip dasar pengelolaan uang yang diterapkan olehnya hingga hari ini.
“Jadi kalau saya patokannya adalah, kalau tidak punya duit, tidak usah bayar,” tegas Purbaya.
Pria berusia 61 tahun itu lantas melontarkan pepatah “Jangan Lebih Besar Pasak daripada Tiang”.
Hal itu berarti pengeluaran seseorang lebih besar daripada penghasilan yang dimilikinya, menunjukkan perilaku boros dan gaya hidup yang tidak sesuai dengan kemampuan finansial.
“Terlebih kalau kita tidak punya dana darurat ke depan, tidak usah ngutang dulu. Kecuali Anda yakin, pendapatan dalam sebulan, baru bisa cicil,” tegas Purbaya.
“Jadi semuanya perlu dihitung, jangan lebih besar pasak daripada tiang,” tukasnya.***