RADARNESIA.COM – Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor tengah menuai sorotan setelah seorang calon praja asal Maluku Utara, Maulana Izzat Nurhadi meninggal dunia pada Kamis. 9 Oktober 2025.

Sebelumnya diketahui, peristiwa ini terjadi di tengah kegiatan Pendidikan Dasar Mental dan Disiplin Calon Praja Pratama (Diksarmendispra).

Kegiatan yang seharusnya menjadi gerbang awal penggemblengan para calon aparatur negara kini menjadi perhatian usai saat itu Maulana diketahui tiba-tiba jatuh pingsan saat apel malam.

Kabar wafatnya Maulana seketika menyebar luas di media sosial. Publik ramai mempertanyakan penyebab kematiannya, bahkan mencurigai adanya unsur kekerasan.

Terkait hal itu, Pihak IPDN menyebut tidak ada kekerasan maupun kelalaian dalam pelaksanaan kegiatan.

Lantas, bagaimana sebenarnya kronologi hingga penyebab kematian sang calon praja di Kampus IPDN Jatinangor itu? Berikut ini ulasan selengkapnya.

Pingsan Saat Apel Malam

Wakil Rektor II Bidang Administrasi IPDN, Arief M. Edie menjelaskan Maulana meninggal dunia setelah jatuh pingsan saat apel malam berlangsung di Lapangan Kampus IPDN Jatinangor.

“(Maulana) meninggal dunia. Jatuh pingsan kemarin malam saat apel malam,” kata Arief kepada awak media di Sumedang, pada Jumat, 10 Oktober 2025.

Arief menuturkan, seusai apel malam, Maulana sempat mengeluhkan rasa lemas. Maulana kemudian dibawa ke Kamar Sakit Asrama (KSA) untuk pemeriksaan awal.

Hasilnya, tekanan darah dan kondisi vital lain masih terpantau normal. Namun tak lama kemudian, Maulana dirujuk ke RS Universitas Padjadjaran dan dinyatakan meninggal dunia karena henti jantung pada pukul 23.00 WIB.

Dugaan Penyebab Kematian: Henti Jantung

Terkait penyebab kematian Maulana, Arief memastikan penyebab kematian Maulana adalah henti jantung, bukan karena kekerasan fisik dalam kegiatan di kampus IPDN Jatinangor.

“Penyebabnya dari dokter mengatakan henti detak jantung,” ungkap Arief.

Menurutnya, Maulana sebelumnya tidak memiliki riwayat penyakit jantung dan telah melalui tahapan seleksi kesehatan sebelum diterima di IPDN.

“Tidak ada (riwayat jantung), karena dia sudah seleksi kan, sehat semuanya,” tegas Arief.

Setelah dinyatakan meninggal, jenazah Maulana dibawa ke Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung untuk pemulasaraan, sebelum diterbangkan ke kampung halamannya di Maluku Utara.

Isu Kekerasan Ditepis IPDN

Menjawab isu yang beredar di media sosial, pihak IPDN menegaskan tidak ada praktik kekerasan yang melibatkan senior terhadap calon praja baru.

Arief menegaskan, kegiatan Diksarmendispra sepenuhnya berada di bawah pengawasan tim resmi kampus.

“Ini isu di medsos yang kadang kalang kabut ya. Di IPDN sudah zero kekerasan. Untuk calon praja belum berhubungan dengan senior,” ujarnya.

Ia pun menambahkan, hasil pemeriksaan medis menunjukkan tidak ada luka atau tanda kekerasan pada tubuh korban.

“Tidak ada unsur kekerasan sedikit pun. Di dalam tubuh korban juga tidak ada luka-luka. Semuanya murni karena almarhum henti jantung,” tegas Arief.

Keluarga Tolak Autopsi

Pihak keluarga kini disebut menolak autopsi jenazah Maulana. Menurut Arief, keputusan itu diambil karena keluarga menerima kejadian ini sebagai takdir.

“Tidak ada masalah, sudah menerima karena memang sudah takdirnya. Dan kita sarankan apa mau diautopsi, mereka bilang tidak usah,” terangnya.

Jenazah Maulana kemudian dimakamkan di Maluku Utara pada Jumat, 10 Oktober 2025 pagi.

“Sudah dimakamkan tadi pagi di Maluku, langsung oleh keluarga,” sebut Arief.

Istana Minta Evaluasi Sistem Pendidikan

Di lain pihak, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi turut menyoroti kasus ini dan menilai perlu adanya evaluasi serius terhadap sistem pendidikan di lembaga semi-militer.

Prasetyo menyebut, tidak hanya di IPDN Jatinangor, terdapat kejadian-kejadian serupa yang pernah terjadi belakangan ini.

“Tapi sebagaimana selama ini kejadian-kejadian seperti itu kan sudah terjadi beberapa kali,” ujar Prasetyo kepada awak media di Hotel Bidakara, Jakarta, pada Jumat, 10 Oktober 2025.

Mensesneg lantas menekankan pentingnya memperbaiki pola pembinaan di lembaga pendidikan pemerintah agar tidak terulang kembali kasus serupa.

“Itu menjadi pekerjaan rumah kita bersama. Kebiasaan atau tradisi mendidik yang kurang tepat harus kita perbaiki, tidak hanya di IPDN,” tukas Prasetyo.***