RADARNESIA.COM – Pemerintah kembali menegaskan komitmennya untuk mencapai swasembada beras. Terkini, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman memastikan Indonesia tidak akan melakukan impor beras dalam dua hingga tiga bulan mendatang.
Kepastian itu disampaikan Amran usai menghadiri rapat terbatas bersama Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta Pusat, Kamis 9 Oktober 2025.
Menteri Pertanian itu menilai, produksi beras nasional saat ini sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri tanpa perlu pasokan tambahan dari luar negeri.
“Dua bulan ke depan, kurang lebih tiga bulan insyaallah Indonesia tidak impor lagi. Mudah-mudahan tidak ada iklim ekstrem, kita swasembada,” ujar Amran kepada awak media.
Langkah penghentian impor tersebut menjadi sinyal penting bahwa pemerintah mulai percaya diri terhadap kemampuan produksi beras nasional.
Terlebih, capaian ini diklaim lebih cepat dari target awal Presiden Prabowo yang menargetkan swasembada beras dalam empat tahun setelah 2024.
Produksi Naik, Optimisme Kian Menguat
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras nasional hingga saat ini mencapai 33,1 juta ton, dan diproyeksikan menembus 34 juta ton pada akhir 2025.
Angka itu menunjukkan peningkatan signifikan dibandingkan capaian tahun 2024 yang berada di kisaran 30 juta ton.
“Januari-November, perkiraan produksi kita yaitu 34 juta ton di akhir tahun, dibandingkan tahun lalu, produksi kita 30 juta ton,” kata Amran.
Kenaikan produksi ini tidak lepas dari berbagai program intensifikasi pertanian yang dilakukan pemerintah, mulai dari perluasan lahan tanam, penyediaan pupuk bersubsidi, hingga modernisasi alat pertanian.
Meski demikian, tantangan tetap membayangi, terutama dari faktor iklim ekstrem yang dapat mengganggu musim panen.
Kesejahteraan Petani Mulai Meningkat
Selain peningkatan produksi, Amran juga menyoroti indikator kesejahteraan petani yang menunjukkan tren positif.
Nilai Tukar Petani (NTP) nasional kini mencapai 124,36 persen, lebih tinggi dari target Kementerian Keuangan yang hanya 110 persen.
“Kemudian, khusus bulan ini, beras terjadi deflasi yaitu -0,13 persen. Lima tahun terakhir, ini (deflasi beras) pertama di bulan September, di saat paceklik,” ungkapnya.
Deflasi beras tersebut dinilai sebagai sinyal stabilnya harga pangan pokok di tengah peningkatan pasokan, sekaligus menandakan daya beli masyarakat tetap terjaga.
Menanti Bukti Nyata Swasembada
Meski berbagai capaian statistik menunjukkan tren positif, publik masih menanti bukti nyata bahwa Indonesia benar-benar bisa lepas dari ketergantungan impor beras.
Pengalaman di tahun-tahun sebelumnya menunjukkan, gangguan iklim dan distribusi sering kali membuat pasokan terganggu, memaksa pemerintah kembali membuka keran impor.
Dengan penghentian impor sementara ini, pemerintah dihadapkan pada tantangan menjaga keseimbangan antara produksi, harga, dan stok cadangan beras nasional.
Masyarakat berharap langkah ini tidak hanya bersifat simbolis, tetapi benar-benar menjadi pijakan awal menuju swasembada beras yang berkelanjutan.***