Radarnesia.com – Pemerintah menegaskan bahwa seluruh produk food tray yang digunakan dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG) wajib memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan material minimal stainless steel 304. Ketentuan ini diterapkan sebagai bagian dari penguatan keamanan pangan dan perlindungan kesehatan anak.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN), Y. Kristianto Widiwardono, kepada awak media di Jakarta, menyampaikan bahwa pemberlakuan SNI tersebut bukan sekadar pelengkap regulasi, tetapi merupakan instrumen kontrol kualitas agar produk yang masuk ke pasar nasional tidak membahayakan konsumen. “Food tray sudah menjadi SNI, sudah ada Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) yang ditunjuk untuk melakukan sertifikasi. Sudah ada produk Indonesia yang mendapatkan tanda SNI,” jelasnya.
Menurut Kristianto, standar material stainless steel 304 dipilih karena memiliki ketahanan terhadap korosi, aman bagi makanan, dan telah teruji dalam standar food grade internasional. Produk yang tidak memenuhi standardisasi tersebut dinyatakan tidak boleh beredar dalam rantai pasok program MBG.
Ia menegaskan, sistem pendukung SNI untuk perlindungan pangan juga telah tersedia. Selain produk fisik, terdapat SNI terkait manajemen keamanan pangan dan SNI pada sektor jasa katering yang memastikan proses pengolahan makanan berjalan sesuai prinsip higienitas dan sanitasi. “Sistem keamanan pangan dan catering juga ada SNI-nya. Sistem ini yang sudah ada dan bisa digunakan memperkuat program MBG,” kata Kristianto.
Kristianto menjelaskan bahwa penerapan SNI terbagi menjadi dua skema: wajib (mandatory) dan sukarela (voluntary). Skema wajib diterapkan pada produk yang berkaitan langsung dengan kesehatan publik, seperti food tray MBG, sementara skema sukarela didorong untuk meningkatkan daya saing industri.
Ia menambahkan, penerapan SNI wajib dapat diberlakukan oleh kementerian atau lembaga sesuai kewenangannya untuk membatasi masuknya produk substandar, khususnya produk impor murah yang tidak memenuhi persyaratan keselamatan. “Dengan pemberlakuan SNI wajib, seluruh produk di pasar harus memenuhi SNI. Produk impor yang substandar otomatis tidak bisa masuk,” tegasnya.
BSN mencatat tren positif sektor industri yang mulai mengadopsi SNI secara sukarela. Target BSN pada 2025 menumbuhkan 1.000 sertifikat SNI manajemen usaha kecil dan menengah (UKM/SME) hampir tercapai.
SNI Bina UMK: Sertifikasi Khusus UMKM
Kristianto mengungkapkan kehadiran program SNI Bina UMK, yang selama ini kerap dianggap mirip dengan logo halal karena pendekatan pembinaannya. Program ini diarahkan khusus bagi pelaku UMKM yang mendaftar melalui sistem OSS.
Program ini memberikan jalur pembinaan langsung dari BSN agar pelaku usaha memahami kewajiban, proses pemenuhan standar, dan penerapan teknis hingga mendapatkan sertifikat SNI. “Saat mereka mendaftar melalui OSS, sudah ada sistem untuk menggunakan SNI Bina UMK. Ada komitmen untuk memenuhi persyaratan SNI,” jelasnya.
Ia menegaskan, BSN akan melakukan pendampingan hingga pelaku usaha mampu menerapkan standar secara mandiri. Model seperti ini diharapkan menciptakan UMKM lebih tangguh, memiliki daya saing, dan mampu masuk pasar nasional maupun global.
BSN juga menyoroti masalah persaingan produk di pasar domestik. Produk impor murah tanpa standardisasi dianggap sebagai ancaman bagi produsen lokal, baik dari sisi kualitas maupun kelangsungan usaha.
Dengan pemberlakuan SNI pada kategori produk tertentu—termasuk food tray MBG—BSN menilai pasar nasional terlindungi dari serbuan produk substandar. Produk yang berkualitas rendah tidak lagi leluasa masuk karena harus memenuhi standar teknis dan uji laboratorium yang telah ditetapkan.
“Produk nasional yang menerapkan SNI akan terlindungi dari produk substandar, walaupun murah, tapi kualitasnya di bawah standar,” ujar Kristianto.
Relevansi Strategis untuk Program MBG
Implementasi SNI pada food tray dipandang tidak hanya memastikan keamanan pangan, melainkan juga menjaga kredibilitas program nasional MBG. Pemerintah tidak ingin risiko kesehatan seperti kontaminasi atau residu logam terjadi di tengah penerapan program intervensi gizi.
Penguatan standar juga berdampak jangka panjang pada peningkatan industri stainless steel dalam negeri. Produsen yang memenuhi SNI berpotensi mendapatkan kontrak pasokan berkala, menciptakan rantai pasok nasional yang sehat dan berkelanjutan.
Melalui penerapan standar stainless steel SNI 304 untuk food tray, sertifikasi produk dan sistem keamanan pangan, hingga pembinaan UMKM melalui SNI Bina UMK, BSN menegaskan posisi standardisasi sebagai instrumen proteksi pasar, jaminan keselamatan konsumen, serta tumpuan daya saing industri nasional.











