RADARNESIA.COM – Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) terus mendorong transformasi pendidikan berbasis teknologi melalui forum Collaborative Digital Transformation Talks (CDT Talks) #2 yang digelar oleh Pusat Data dan Teknologi Informasi (Pusdatin).
Dengan mengangkat tema “AI untuk Sekolah Masa Depan”, forum ini menjadi ruang diskusi dan demonstrasi nyata bagaimana teknologi kecerdasan buatan (AI) dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan dan pembelajaran di satuan pendidikan.
Dihadiri lebih dari 300 peserta secara hybrid, CDT Talks #2 tak hanya menjadi ajang berbagi praktik baik, tetapi juga memperlihatkan arah kebijakan pendidikan yang lebih strategis, kolaboratif, dan berbasis data.
Kepala Pusdatin, Yudhistira Nugraha, menegaskan bahwa AI dalam pendidikan bukan sekadar tren teknologi, melainkan alat strategis untuk mewujudkan keadilan dan kualitas pendidikan yang merata. Namun, keberhasilan pemanfaatan AI bergantung sepenuhnya pada ekosistem satu data pendidikan yang andal.
“AI is nothing without data. Ekosistem satu data adalah pondasi utama agar kebijakan berbasis bukti (data-driven policy) bisa dijalankan,” ujar Yudhistira.
Ia juga menekankan pentingnya Indonesia tak hanya menjadi pengguna, tetapi juga produsen teknologi pendidikan. Pusdatin kini tengah mengembangkan CDT Lab, ruang inovasi terbuka bagi guru, edutech startup, dan komunitas untuk mengembangkan dan menguji coba teknologi berbasis AI secara relevan dan aplikatif.
Yudhistira juga menyampaikan bahwa AI harus diposisikan sebagai mitra pendidik. Teknologi ini seharusnya membebaskan guru dari beban administratif agar mereka bisa fokus pada interaksi bermakna dengan siswa.
Selain itu, ia menggarisbawahi pentingnya kepemimpinan digital di tingkat sekolah, partisipasi orang tua, serta penguatan literasi digital siswa agar AI benar-benar menjadi alat yang membangun pendidikan menyenangkan, personal, dan humanis.
Ketua Tim Pelaksana Dewan TIK Nasional (WANTIKNAS), Ilham Akbar Habibie, melihat potensi AI sebagai kunci pemerataan kualitas pendidikan. Namun, ia menekankan bahwa transformasi ini hanya mungkin terjadi melalui kolaborasi pentahelix antara pemerintah, swasta, akademisi, masyarakat sipil, dan profesi.
“Pendidikan adalah titik sentral dari roadmap transformasi digital bangsa. AI bisa bantu guru dan siswa, tapi keputusan tetap di tangan manusia,” jelas Ilham.
Hal senada disampaikan Ketua Umum Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT), Fahmi Zulkarnain, yang menyampaikan realita di lapangan: masih banyak sekolah yang mengalami keterbatasan infrastruktur dan rendahnya literasi digital. Namun, ia menyebut AI dapat menjadi game changer, dengan catatan negara hadir sebagai regulator, fasilitator, dan akselerator.
“Negara tidak boleh netral dalam revolusi AI ini. Pemerintah harus jadi pelopor, bukan penonton,” tegas Fahmi.
Forum ini juga menghadirkan demonstrasi langsung dari startup Orbit Edutech, melalui Orbit EduBot—sebuah chatbot AI yang dirancang untuk merespons pertanyaan guru, siswa, dan orang tua secara real time.
CEO Orbit Edutech, M. Andy Zaky, menyebutkan bahwa EduBot tidak hanya menjawab, tetapi juga belajar dari interaksi, membentuk pola pembelajaran adaptif dan kontekstual. Teknologi ini membuka peluang baru untuk personalisasi pendidikan dengan pendekatan yang tetap humanis dan empatik.
Melalui forum ini, Kemendikdasmen menunjukkan bahwa transformasi digital bukan sekadar proyek jangka pendek, tetapi arah kebijakan jangka panjang yang menempatkan sekolah sebagai pusat inovasi dan pengembangan karakter bangsa.
“Kami ingin teknologi hadir untuk menyatukan, bukan menggantikan manusia. Pendidikan masa depan harus adaptif, inklusif, dan tetap menempatkan kemanusiaan sebagai inti,” pungkas Yudhistira.