RADARNESIA.COM – Ditengah riuhnya manuver politik menjelang Musyawarah Daerah (Musda) Partai Golkar Provinsi Jambi, suara seorang kader dari Tebo menggema, justru dari tempat yang paling senyap: akar rumput.

Namanya Mazlan, Sekretaris DPD Golkar Tebo. Ucapannya tak dibungkus basa-basi:

“Kalau Golkar terus diobok-obok, saya khawatir yang ada malah ambruk.”

Pernyataan ini mencuat di saat suhu internal Golkar Jambi menghangat, terutama menjelang Musda Juni 2025 yang akan menentukan siapa yang akan menakhodai Partai Golkar Jambi untuk periode 2025–2030.

Hingga awal tahun, sebagian publik menduga peta sedang bergeser. Nama Bupati Tebo, Agus Rubiyanto, mulai digadang sebagai penantang serius bagi Cek Endra (CE), ketua DPD Golkar Jambi petahana yang dikenal tenang, sistematis, dan tegas dalam konsolidasi.

Namun informasi yang dihimpun menyebutkan bahwa dukungan terhadap Agus mulai runtuh pelan-pelan.

“Dari delapan DPD II yang semula disebut mendukung Agus, kini tinggal tiga yang bertahan. Itu pun salah satunya terbelah di internal,” ungkap seorang sumber internal Partai Golkar.

Sumber itu menambahkan:

“Bahkan di Tebo sendiri, ketua dan sekretarisnya beda sikap.”

Kekuatan Cek Endra tidak dibangun lewat seruan media atau manuver terbuka. Ia dikenal sebagai politisi “low profile tapi high contact”: turun langsung, bertemu kader, dan mengunci dukungan bukan dengan wacana, tapi dengan pengaruh yang bekerja senyap dan dalam.

Gerilya politik ke DPP Golkar pun disebut berhasil mematahkan isu bahwa dirinya tak lagi didukung pusat.

“Isu bahwa CE tak lagi didukung pusat? Sudah patah. Malah sekarang DPP condong balik lagi ke beliau,” kata sumber.

Mazlan menolak dengan tegas narasi “perubahan tanpa dasar” yang menurutnya lebih didorong oleh ambisi kelompok, bukan kebutuhan organisasi.

“Kalau tak senang dengan Pak CE, itu sah-sah saja. Tapi lihatlah fakta di lapangan. Beliau sudah bawa Golkar jadi pemenang,” tegasnya.

Ia mengakui, perubahan adalah keniscayaan dalam politik. Tapi perubahan—jika dipaksakan tanpa prestasi dan struktur jaringan—akan lebih mirip eksperimen politik. Dan menurutnya, Golkar bukan laboratorium. (Sumber: jambisatu)