RADARNESIA.COM – AS telah menyelesaikan penarikan pasukan dan aset militernya dari pangkalan militer terakhirnya di Niger, demikian diumumkan oleh Departemen Pertahanan AS dan Kementerian Pertahanan Nasional Republik Niger dalam sebuah pernyataan bersama pada hari Senin (5/8).
Penarikan ini menandai berakhirnya misi kontraterorisme Amerika Serikat di negara tersebut, bahkan ketika ekstremisme kekerasan terus meningkat di wilayah Sahel.
Hanya “sedikit” personil militer Amerika yang masih berada di Niger, kata seorang pejabat pertahanan AS kepada VOA setelah pengumuman tersebut. Mereka yang masih ada disana bekerja di luar kedutaan, termasuk perwira tinggi Amerika yang mengawasi upaya tersebut, Mayor Jenderal Kenneth Ekman.
“Misi ini belum selesai karena masih ada beberapa tugas administratif, tetapi untuk tujuan praktis, kedua pangkalan itu sekarang berada di tangan Niger,” kata seorang pejabat pertahanan AS seperti dikutip dari VOA, Senin, setelah pengumuman itu.
Upaya penarikan ini secara resmi dimulai pada 19 Mei, ketika para pemimpin AS dan Niger menyetujui penarikan bertahap pasukan AS dari Niger setelah berada di negara itu selama lebih dari satu dekade.
Pasukan Amerika dikerahkan di Niger untuk membantu militer setempat memerangi teroris Islamis di Sahel. Pada saat itu, para pejabat menetapkan tenggat waktu pertengahan September untuk penyelesaian penarikan pasukan.
Pangkalan militer AS di Niamey, yang dikenal sebagai Pangkalan Udara 101, diserahkan kepada pasukan Niger pada bulan Juli. Pangkalan Udara 201 di Agadez diserahkan kepada pasukan Niger pada hari Senin.
Sumber daya alam Niger telah meningkatkan kepentingannya bagi kekuatan global, dan lokasinya telah memberi A.S. kemampuan untuk melakukan operasi kontraterorisme di sebagian besar wilayah Afrika Barat. Negara-negara di kawasan ini, termasuk Niger, Mali, Nigeria, dan Burkina Faso, telah menyaksikan peningkatan ekspansif dalam gerakan jihad.
Menurut Indeks Terorisme Global, sebuah laporan tahunan yang mencakup insiden-insiden teroris di seluruh dunia, lebih dari separuh kematian yang disebabkan oleh terorisme tahun lalu terjadi di Sahel. Tetangga Niger, Burkina Faso, mengalami penderitaan paling besar, dengan 1.907 korban jiwa akibat terorisme pada tahun 2023.
Para pejabat AS telah mengakui bahwa hilangnya dua pangkalan di Niger merupakan pukulan bagi upaya kontraterorisme dan situasi keamanan yang lebih luas di Sahel.
Kecuali jika AS dapat menemukan pangkalan lain untuk digunakan di Afrika Barat, pesawat tak berawak antiteror kemungkinan harus menghabiskan sebagian besar pasokan bahan bakarnya dengan terbang ribuan kilometer dari pangkalan AS di Italia atau Djibouti, sehingga sangat membatasi waktu mereka untuk mengawasi target dan kemampuan mereka untuk mengumpulkan informasi intelijen.
Diskusi sedang berlangsung dengan negara-negara Afrika Barat lainnya, tetapi pembicaraan tersebut masih dalam tahap sangat awal, menurut pejabat senior pertahanan AS yang berbicara kepada wartawan tentang upaya keamanan nasional yang sensitif dengan syarat tidak disebutkan namanya. (Sumber VOA)