RADARNESIA.COM – Putusan Mahkamah Agung (MA) yang mencabut aturan batas usia minimal calon kepala daerah dinilai tidak objektif dan tidak rasional. Pendapat ini disampaikan oleh Pengamat Politik Ray Rangkuti.
Putusan MA Nomor 23 P/HUM/2024 itu disebut Ray dapat kembali menimbulkan kontroversi di tengah publik. Pasalnya, ada indikasi agar Putra Bungsu Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Kaesang Pangarep dapat maju di pemilihan gubernur (Pilgub) 2024.
Putusan serupa, lanjut Ray sebelumnya juga terjadi di Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang persyaratan usia capres/cawapres. Putusan tersebut menjadi celah bagi putra sulung Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka maju di Pilpres 2024.
“Kini, Mahkamah Agung, juga membuat putusan yang intinya hampir sama dengan putusan kontroversial Mahkamah Konstitusi tersebut,” kata Ray dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat (31/5/2024).
Adapun dalam putusan MA Nomor 23 P/HUM/2024 yang diputuskan Majelis Hakim pada Rabu, 29 Mei 2024 meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mencabut ketentuan PKPU tentang syarat batas usia minimal kepala daerah 30 tahun.
Diketahui Kaesang saat ini berusia 29 tahun dan akan menginjak 30 tahun pada Desember 2024. Sedangkan untuk pendaftaran paslon untuk Pilgub dibuka pada Agustus 2024 dan penetapan paslon dilakukan pada September 2024.
“Putusan MA tersebut terlalu dipaksakan, bernuansa tidak objektif dan rasional,” ucapnya.
Lebih lanjut, Ray menguraikan empat alasan mengapa putusan MA dianggap tak rasional dan bisa menjadi pintu bagi Kaesang maju dalam kontestasi Pilgub 2024. Dia menitikberatkan pada jadwal pelantikan kepala daerah yang tak jelas dan belum diungkapkan.
Alasan pertama, Ray bilang menetapkan penghitungan batas usia calon kepala daerah sejak pelantikan adalah keliru. Sebab, kata Ray kewenangannya berada di tangan Presiden.
“Pelantikan kepala daerah bukan lagi kewenangan KPU. Jadwal Pelantikan kepala daerah sepenuhnya merupakan wewenang Presiden. Maka menghitung batas usia dari wilayah yang bukan merupakan kewenangan KPU jelas adalah keliru,” jelas dia.
Alasan kedua, Ray menyebut bahwa jadwal pelantikan juga tidak dapat dipastikan kapan waktunya. Sehingga, sangat tergantung pada jadwal Presiden sebagai kepala negara dan pemerintah.
“Lebih rumit lagi, karena pelantikan kepala daerah dimaksud tidak akan dilaksanakan oleh pemerintah yang membuat jadwal, tapi oleh presiden yang sesudahnya,” kata dia.
Alasan ketiga, menurut Ray apabila merujuk alasan sebelumnya, maka putusan MA justru bertentangan dengan tujuan MA membuat ketentuan baru karena tidak adanya kepastian hukum.
“Menetapkan penghitungan batas usia sejak pelantikan justru lebih tidak pasti, dibandingkan dengan ketentuan sebelumnya yakni dihitung sejak,” ujarnya.
Alasan terakhir, Ray berujar bahwa secara umum, seluruh jabatan yang mensyaratkan adanya pembatasan minimal usia, hampir seluruhnya dihitung bukan sejak dilantik seperti putusan MA saat ini. Semisal, apakah itu calon penyelenggara pemilu, Komisioner KPK, KY, Hakim MK, hingga calon hakim agung MA.